Lihat ke Halaman Asli

Petugas Partai Bukan Boneka

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Istilah “ petugas partai ” yang dilontarkan Megawati Soekarnoputri dalam Kongres IV PDIP di Bali. Sebutan ini pun menimbulkan berbagai penafsiran di sejumlah kalangan. Bisa bermakna positif atau negatif. Seperti dikatakan oleh pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Firman Manan. Menurutnya istilah tersebut bisa memiliki makna positif maupun negatif. Dua kata itu akan bernilai negatif jika kader PDIP mengikuti kepentingan elite partai kendati bertentangan kepentingan publik. Namun petugas partai akan bernilai positif jika PDIP mendorong seluruh kadernya yang menjadi pejabat publik untuk selalu mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan individu dan golongan tertentu. Kader tetap berpegang teguh pada konstitusi dan platform partai. Terutama terkait kedaulatan, kemandirian dan kepribadian bangsa Apabila amanat konstitusi dan platform partai dipegang teguh, seluruh kader tak memiliki alasan kuat menolak untuk menjalankan amanat yang digulirkan dalam kongres.
Hal itulah yang justru akan menjadi ujian bagi kader-kader PDIP selama lima tahun ke depan untuk menjadikan konstitusi dan ideologi partai sebagai landasan dan pedoman untuk berjuang demi kepentingan rakyat. Apabila para kader partai tidak menjalankan amanat tersebut, bukan hanya citra PDIP yang akan dipertaruhkan. Namun jauh lebih penting tidak tercapainya cita konstitusi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Ini seharusnya dimaknai sebagai sebuah upaya konstruktif dalam membangun hubungan antara partai dan pemerintah, dan bukan sebaliknya mengintervensi pemerintah.
Seharusnya petugas partai itu bermakna positif. Dengan begitu Jokowi sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan partai. Meskipun tidak dapat dipungkiri Presiden diusung partai, atau gabungan parpol saat pemilu. Namun bukan berarti pemberian istilah Jokowi sebagai petugas partai dapat diterima. Jika Jokowi seorang petugas partai, segala tindakan Jokowi harus sesuai dengan yang memerintahkan “ Bos ”, yang tentunya bisa menyuruh Jokowi melakukan apa saja termasuk yang bertentangan dengan kepentingan umum. Jokowi tidak mempunyai otoritas akan kedudukannya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Padahal nasib dua ratus lima juta lebih penduduk ada ditangannya. Apakah Jokowi akan tetap menjadi petugas partai seperti yang dikatakan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri?
Tentunya Jokowi harus bisa membuktikan bahwa ia bukan petugas partai seperti yang dikatakan pemimpinnya. Mengubah paradigma itu dengan membuat kebijakan yang akan menyejahterakan kehidupan rakyat serta mengimplementasikan semua janji yang ada pada Nawacita. Sudah lama Nawacita tidak terdengar gaungnya. Rakyat menunggu Presidennya untuk bisa merealisasikan semua yang telah dijanjikan saat kampanye. Dengan berjalannya program Nawacita Jokowi akan punya nilai positif dimata rakyat, meskipun ia dipandang sebagai petugas partai oleh ketua partainya. Jangan sampai Indonesia kembali ke masa sebelum reformasi. Dimana pemerintah diturunkan derajatnya menjadi orang suruhan partainya. Akibatnya pemimpin-pemimpin yang paling terkemuka di dalam partai tidak duduk dalam kabinet. Untuk menjadi anggota pemerintah ditunjuk orang yang tidak terlalu terkemuka, malahan adakalanya tokoh kelas dua atau kelas tiga, dengan tidak mempunyai jabatan istimewa tentang isi jabatan yang ditugaskan kepadanya (Herbert Feith & Lance Castle : Mohammad Hatta “ Revolusi Tidak Boleh Terlalu Lama ). Jokowi harus mampu membawa transformasi bagi Indonesia. Dengan gebrakan – gebrakan yang dilakukan semoga Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan yang melanda selama ini. Itulah kewajiban yang harus dipikul seorang presiden bukan seorang petugas partai yang hanya akan melakukan segala sesuatu untuk kepentingan partai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline