Lihat ke Halaman Asli

Umi Sakdiyah Sodwijo

Pengelana kata yang riang gembira

Misteri Surat Wasiat Eyang Trenggono

Diperbarui: 16 Mei 2021   04:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Surat Wasiat /https://www.naviri.org/

Nawang menjejalkan sebuah amplop dengan kop surat seorang pengacara terkenal ke tanganku. Bagai kerbau dicocok hidung, aku pun segera membukanya dan mengeluarkan selembar kertas ukuran A4 berwarna putih.

"Ko ... kosong? Ini betulan surat wasiat eyangmu?" Aku terlonjak dari kursi kayu jati kuno dengan ukiran Jepara yang rumit. Bola mataku nyaris juling karena terlalu lama melotot memandang selembar kertas putih polos tanpa satu huruf pun di sana.

"Itulah yang membuatku kesal. Eyang pasti ingin mempermainkan aku," gerutu gadis berkuncir kuda dengan celana jins yang robek di bagian lutut, menghentakkan kakinya yang bersandal jepit dengan kesal.

"Bagaimana mungkin seorang Raden Mas Trenggono yang memiliki harta miliaran rupiah tak mewariskan apa-apa untukmu, cucu kesayangannya?"

Kami duduk dicekam kebingungan yang menggerogoti otak masing-masing. Pasti ada yang disembunyikan dalam surat wasiat kosong itu. Hmmm ... sepertinya orang tua itu ingin meledekku, sahabat cucu satu-satunya.

"Bukankah ada jenis tinta tertentu yang tak terlihat setelah kering? Kalau nggak salah, kertasnya harus dipanaskan dulu biar terbaca," bisikku berusaha memecah kesunyian.

Mata Nawang membulat. Secepat kilat ia menarik tanganku ke belakang, ke ruang cuci gosok di sebelah kamar pembantu.

"Ngapain kamu ngajak aku ke sini? Emang aku cowok apaan?"

Nawang meninju bahuku pelan. Ia segera menyambungkan kabel setrika ke steker dan meletakkan lembaran surat wasiat itu di bawah kain alas setrika. Beberapa saat kemudian, gadis yang kadang-kadang terlihat cantik itu menggerakkan setrika ke arah depan. Gerakannya mengingatkanku saat kami bermain mobil-mobilan di teras saat kecil dulu.

"Selesai!" jeritnya girang. Setelah mengembalikan setrika ke tempat semula, ia melambaikan surat wasiat itu ke depan hidungku. Ajaib, tiba-tiba di sana telah muncul tulisan tangan bersambung dengan tinta hitam yang rapi sekali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline