Saudara saya, sebut saja Wak Sofyan yang asli Betawi sudah setahun ini pindah ke Payakumbuh. Pagi-pagi sekali, waktu keluar rumah untuk pergi kerja, dia kaget setengah mati karena halaman rumahnya tak terlihat. Ia pun langsung gelagapan dan memanggil anaknya.
"Juuulll... Juulll... sapa sih pagi-pagi iseng mainan semprotan nyamuk?" teriaknya kesal.
"Itu bukan semprotan nyamuk, Be, tapi kabut asap!" seru Julian Sofyan menyembulkan kepalanya dari balik pintu garasi.
"Bujug dah! Nih asep kayaknya musti ane usir dari muke bumi!" umpat lelaki berkumis ala si Pitung itu kesal.
"Juull... ambilin ulekan! Buruan, kagak pake lame!"
Julian pun segera ke dapur meminjam ulekan dari tangan mpok Ibun yang sedang memasak. Dengan sigap ia menyerahterimakan ulekan itu ke ayahnya.
"Ini, Be, ulekannya. Emang kata siapa sih, ulekan bisa dipake buat ngusir asap?" tanyanya keheranan.
"Ini ajian warisan engkong lu, Tong! Pantengin baik-baik ye!" ujar Wak Sofyan sambil memasang kuda-kuda di halaman rumah. Kakinya ia jejakkan kuat-kuat ke bumi. Matanya terpejam, mulutnya komat-kamit merapal mantra. Tangan kirinya menyilang ke dada. Tangan kanannya mengacungkan ulekan ke langit.
"Asep... asep... enyahlah dari muka ane! Minggat jauh-jauh jangan pernah balik lagi!!!!" teriaknya merapal mantra sambil menjejakkan kaki kanan kuat-kuat. Lalu ia melemparkan ulekan sekencang-kencangnya.
Asep, menantu Uda Azizul yang kebetulan lewat pun lari tunggang langgang dengan jidat membiru sebesar bola pingpong terkena ajian ulekan pengusir asap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H