Lihat ke Halaman Asli

umi latifah roukhillah

Mahasiswa S1 UIN Malang

Dinamika Putusan MK Terhadap Politik dan Kepercayaan Publik

Diperbarui: 5 November 2024   05:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga yudikatif yang memegang peranan dalam menjaga dan menegakkan konstitusi di Indonesia. Sebagai garda terdepan dalam perlindungan hak-hak warga negara, MK tidak hanya berfungsi sebagai pengawas pelaksanaan undang-undang, tetapi juga sebagai penafsir utama konstitusi negara. Dalam era demokrasi yang semakin kompleks, peran MK semakin penting, terutama dalam menghadapi tantangan hukum dan pelanggaran hak asasi manusia. Mahkamah Konstitusi pertama kali dibentuk pada tahun 1920 di Vienna.

Mahkamah Konstitusi berperan sebagai negative legislator. Negative legislator yaitu pemberian kewenangan kepada  lembaga  peradilan  untuk  mengesampingkan  norma bahkan bisa sampai membatalkan suatu norma. Mahkamah Konstitusi bertugas  untuk  membatalkan  suatu  norma  yang  dianggapnya bertentangan  dengan Undang - undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  (UUD 1945). Seiring berjalannya waktu tugas Mahkamah Konstitusi tidak hanya itu, Mahkamah Konstitusi memiliki tugas membuat  makna  baru terhadap undang -- undang yang  dijudicial  review. Judicial Review adalah tindakan pemastian bahwa undang-undang yang dibuat oleh legislatif tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945.  Pada intinya Mahkamah Konstitusi bertujuan agar suatu norma yang dibuat DPR dan/atau  Pemerintah  tidak bertentangan  dengan  UUD  1945  sebagai  konstitusi  tertinggi negara Indonesia. Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, mengatakan bahwa salah satu tantangan besar MK dari waktu ke waktu adalah mendapatkan, meningkatkan, dan mempertahankan kepercayaan publik atau public trust.

Artikel ini akan mengulas tentang dinamika putusan mk terhadap politik dan kepercayaan publik di indonesia.

Sepanjang tahun 2023 Mahkamah Konstitusi mengalami banyak dinamika yang menuai banyak perhatian masyarakat di Indonesia. Salah satunya yaitu dinamika pututsan MK terhadap politik. Seperti yang kita ketahui akhir akhir ini yaitu tentang peraturan capres dan cawapres. Pada tanggal 16 Oktober 2023 Mahkamah konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji materil pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017 tentang pemilu terkait batas usia minimal calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) di ruang Sidang Pleno, gedung MK, Jakarta. Pasal tersebut menjelaskan tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengubah batas usia capres-cawapres dari 40 menjadi 35 tahun. Batas usia itu tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kemudian Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan permohonan mereka, Mahkamah Konstitusi menyebut telah merunut pengaturan syarat usia capres-cawapres sejak era kemederkaan, berakhirnya Orde Lama, dan pemilu pada masa Orde Baru.

Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pasal 169 huruf q pada UU 7/2017 tentang Pemilu yang dipersoalkan oleh PSI akan tetap berlaku. Pasal ini menyebutkan bahwa bahwa capres dan cawapres harus berusia setidaknya 40 tahun. "Dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Hakim Konstitusi, Saldi Isra, saat membacakan putusan. Menurut Mahkamah Konstitusi pasal yang memuat batas usia minimal capres dan cawapres bisa berpotensi memicu kontradiksi hukum. Permohonan ini dianggap politis karena PSI dan koalisi Prabowo Subianto disebut-sebut berniat mengusung Gibran Rakabuming yang kini berusia 36 tahun.

Sejumlah pakar hukum menilai bahwa Mahkamah Konstitusi tidak seharusnya mengabulkan permohonan tersebut.mengingat Mahkamah Konstitusi memiliki prinsip kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang selama ini telah dijalankan MK dalam berbagai perkara pengujian undang-undang sebelumnya. Pada putusan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan. Dengan adanya konflik kepentingan tersebut dapat menimbulkan oligarki politik. Oligarki politik adalah kekuasaan yang dikendalikan oleh sejumlah orang, akan tetapi memiliki pengaruh besar dalam sistem pemerintahan. Oligarki merupakan bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh beberapa orang, namun untuk kepentingan beberapa orang tersebut (dalam ranah negatif).

Selanjutnya yaitu dinamika putusan Mahkamah Konstitusi terhadap kepercayaan publik di Indonesia. Tantangan yang dialami oleh Mahkamah Konstitusi pada 2023 sampai saat ini adalah rendahnya tingkat kepercayaan publik. Upaya pembenahan masih dilakukan sampai saat ini. kepercayaan publik terhadap lembaga yang disebut sebagai penjaga konstitusi itu semakin menurun. Seperti yang dikatakan oleh Suhartoyo selaku ketua Mahkamah Konstitusi bahwa salah satu tantangan besar MK dari waktu ke waktu adalah mendapatkan, meningkatkan, dan mempertahankan kepercayaan publik atau public trust. Setelah mengetahui banyaknya permasalahan, Mahkamah Konstitusi tidak hanya berdiam. Suharto bersama wakil ketua dan hakim konstitusi melakukan berbagai langkah penting untuk memulihkan dan meningkatkan public trust. Peningkatan kuliatas tersebut dilakukan dengan cara dengan mewajibkan semua hakim konstitusi untuk menyampaikan pendapat hukum secara tertulis (written legal opinion). Serta peningkatan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat pencari keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline