Dialita Para Ibu Sepuh Nan Sakti: Lagu dan Nyanyian Doa Bagi Negeri
Peristiwa G30S tahun 1965 menyisakan banyak cerita agak simpang siur, mayoritas menyudutkan satu kalangan yang dituduh penguasa saat Orde Baru (1967-1999), suatu masa yang hampir tak dapat dibayangkan anak muda kini, yang lahir tahun 2000, akhirnya jejak buku pada masa Orba, film dan lainnya menguasai wacana tentang peristiwa kekisruhan kekuasaan. Saya menghindari kata perebutan kekuasaan, karena ada fakta Surat Perintah Semar (Pemomong Nuswantara) meskipun secara realitasnya Semar berasal dari kata Sebelas Maret. Sebagai penganut keyakinan Ajaran Leluhur Nusantara, peristiwa tahun 1965 adalah peristiwa besar yang sudah dan harus terjadi terkait dua Pemimpin negeri modern Indonesia Soekarno dan Soeharto. Ya Negeri modern model barat (baca eropa modern) meninggalkan sistem politik sebelumnya Kerajaan dan Keratuan.
Tanpa bermaksud membahas lebih jauh soal sistem politik Indonesia terkait 1965-1999. Ada fakta nyata terjadinya kekerasan sesama anak bangsa. Ada yang disiksa dan korban peristiwa G30S, dimana orang yang dituduh terlibat terkait partai komunis tanpa pembuktian pengadilan dihukum tahanan dan penjara serta dibunuh ada banyak anak yang kehilangan orang tua dalam peristiwa ini. . Bukti-bukti terkait penemuan kerangka tubuh manusia akibat pembunuhan masal yang tesebar di Jawa (informasi hasil investigasi tentang ini ada di https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41993286 ) Sejarah kelam pembunuhan dalam peristiwa politik sesama anak bangsa terjadi juga ditahun 1948 (madiun) ,dan 1953 (permesta sumatera barat).
Diantara kekelaman sejarah ada para ibu-ibu yang pada tahun 1965-1967 masih berusia remaja namun harus mendapat hukuman dan siksaan semua tanpa pengadilan (Penguasa melakukannya dengan melawan UUD 1945). Para remaja ini dianggap berafiliasi dengan organisasi Partai Komunis Indonesia (partai yang dibubarkan Soeharto 1967. Pemerintah Soekarno juga pernah membubarkan partai politik dan organisasi. Semua kebijakan harus dilihat konteks dan jamannya. Namun kesepakatan dan yang sama dari Soekarno maupun Soeharto adalah Pancasila sebagai Ideologi Negara dan sudah final. Yang ingin menggantinya maka harus dilawan inipun menjadi pegangan pemimpin sesudah Soekarno Soeharto.
Perempuan Indonesia Korban 1965
Didalam peristiwa konflik di negara modern (baca Patriarki) perempuan seringkali dijadikan korban sebagai tumbal politik kekuasaan, barter dan lain sebagainya. Peristiwa G30 menghadirkan dampak meluasnya kekuasaan militer setelah Soekarno memberi surat perintah 11 Maret 1966 kepada Letjend Soeharto (seorang militer).
Kejadian lanjutan adalah peristiwa kekerasan terhadap sesama anak bangsa. Kondisi polltik saat itu sistem demokrasi liberal (mirip dengan kondisi sosial politik saat ini khususnya dalam media sosial) memungkinkan terjadinya suasana panas orang dengan kekuasaan dan bersenjata dan ada yang memakai agama membunuh warga yang lain yang dianggap komunis. Jadi belum tentu komunis. Dan walaupun komunis harusnya ada pengadilan. Di Palestina saja ada Partai Komunis sedangkan Palestina tidak ada Pancasila. Apapun Partai Komunis Indonesia sudah dibubarkan sudah tak ada.
Nah reformasi 1998 akhirnya membuka borok sejarah 1965. Demokrasi melaui Gerakan Reformasi 1998 melahirkan perubahan wacana negara tentang peristiwa G30 dan turunannya. Bila anda menonton film pemberontakan G30S yang disponsori negara maka anda akan menyaksikan peristiwa dalam satu kacamata militer. Sehingga perisitwa pemberontakkan G30 adalah peristiwa militer meskipun tidak terjadi perang saudara, namun jumlah korban yang meninggal banyak pada peristiwa 1965-1967 Presisen Soekarno masih memegang status presiden namun yang bergerak di lapangan letkol Soeharto. Soeharto yang Letjend dapat menjadi Pejabat presiden pada tahun Maret 1967 hingga Maret 1968 (dilantik jadi Presiden oleh MPR).
Diantara kiksruhan politik kekuasaan tingkat elit ada fakta sejarah yang tidak tercantum dalam Buku dan kurikulum adalah bagaimana perempuan dan keluarga yang dituduh sebagai PKI mendapat kesulitan hidup dan disiksa. Mereka perempuan muda baik yang ikut langsung organisasi berafiliai PKI maupun tidak, ditahan dan disiksa ditahanan. Siksaan yang diluar batas kemanusiaan.
Para perempuan ini antara lain ketika masa Orde Baru berganti menjadi Reformasi bergabung dalam yayasan-yayaan keluarga korban 65, hingga akhirnya pada tahun 2011 bergabung dalam paduan suara Dialita. Paduan Suara yang menampilkan lagu karya sendiri yang menceritakan pengalaman di tahanan plantungan (tahanan politik orde Baru terletak di Jawa Tengah).
Plantungan menjadi rumah yang membesarkan jiwa para tahanan. Siksaan dan kekangan tak menyurutkan jiwa merdeka untuk berkarya.Yang salah satu karya jeniusnya adalah Salam Harapan, karena bila menyanyikan lagu "Selamat Ulang Tahun" kayaknya bagaimana begitu ya...sementara mereka dalam tahanan...akhirnya lagu Salam Harapan tercipta liriknya sangat Indonesia, dan tentu menjadi lagu yang juga abadi Bersama terbitnya matahari pagi/ Mekar mewah, mekarlah melati/ Salam harapan
Padamu kawan/ Semoga kau tetap sehat sentosa/ Bagai gunung karang di tengah lautan/ Tetap tegar didera gelombang/
Laju lah laju// Perahu kita laju/Pasti kan mencapai pantai cita/Bersama terbitnya matahari pagi/Mekar mewah, mekarlah melati/
Salam harapan/Padamu kawan/ Semoga kau tetap sehat sentosa/ Bagai gunung karang di tengah lautan/Tetap tegar didera gelombang/Laju lah laju/Perahu kita laju/Pasti kan mencapai pantai cita...
Penghargaan Akademi Jakarta 2022