Lihat ke Halaman Asli

Beyond Blogging, Momentum Penguatan Masyarakat Sipil di Tanah Air

Diperbarui: 5 Februari 2017   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasiana kembali bertiwikrama. Sejak didirikan tahun 2008 sebagai blog jejaring internal untuk jurnalis dan karyawan Kompas-Gramedia yang tahun 2009 berevolusi menjadi blog untuk semua orang, kini media yang beranggota 327 ribu Kompasianer ini bermetamorfosis dari slogan “sharing, connecting” (berbagi dan saling terhubung) menjadi “beyond blogging” (lebih dari sekadarngeblog). Ini tentu berimplikasi dalam banyak hal bagi 7,7 juta pengunjung bulanannya. Pada level tertentu, ini juga bisa dijadikan salah satu momentum penguatan masyarakat sipil di tanah air.

Dan, kebetulan, penguatan masyarakat sipil (civil society) itu hingga kini masih merupakan isyu paling krusial sejak menjelang milenium ketiga ini Indonesia bereformasi dari rezim autokrasi menjadi demokrasi kedua di Asean setelah Filipina, atau negara demokratis terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat.

Seperti diakui secara resmi oleh para penyelenggara negara ini, antara lain dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang merupakan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007, salah satu tantangan demokrasi terbesar di Indonesia ialah masih belum kuatnya masyarakat sipil, baik dari segi ekonomi maupun pendidikan.

Itulah sebabnya RPJPN hingga tahun 2025 nanti menitik-beratkan pendidikan politik sebagai alat transformasi sosial, utamanya dalam proses konsolidasi demokrasi di negeri ini. Oleh karena itu, upaya mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum dengan memperkuat peran masyarakat sipil dalam kehidupan politik menjadi salah satu butir ketiga dari delapan misi pembangunan nasional periode 2005-2025.

Dalam realita dan sejarah, memang, Indonesia bukan satu-satunya negara demokrasi baru yang punya masalah serius terkait dengan masyarakat sipil. Menurut Samuel P. Huntington, yang beken dengan teori gelombang ketiga demokrasi (the third wave of democracy), ada dua bengkalai signifikan ketika sebuah negara bertransisi ke dalam sistem demokrasi, yaitu lemahnya masyarakat sipil dan buruknya hubungan sipil-militer.

Namun tentu saja, dari kedua isyu penting itu, penguatan masyarakat sipil merupakan persoalan paling prioritas. Ini terkait dengan posisi masyarakat madani itu sebagai pemilik utama kedaulatan dalam “tripartit” demokrasi di samping dua stakeholder lainnya yakni pemerintah dan dunia usaha.

Mustahil sebuah negara demokrasi bisa kuat tanpa penguatan masyarakat sipilnya – agaknya ini merupakan aksioma dalam tiap negara demokrasi, mulai dari yang masih seumur jagung seperti Indonesia hingga yang telah menjadi dedengkot seperti Amerika Serikat.

Lantas, secara teknis, bagaimana caranya masyarakat sipil itu diperkuat? Kunci utamanya adalah mewujudkan masyarakat sipil yang aktif secara politik (politically active civil society). Dalam kaitan ini, ada tujuh langkah strategis yang perlu diwujudkan, yaitu:

  1. Menjamin pendidikan politik secara intensif, ekstensif, dan berkelanjutan sehingga masyarakat sipil kian melek politik.
  2. Memberantas segala bentuk “penyakit” buta politik di kalangan masyarakat sipil.
  3. Memperkuat perangkat hukum untuk melindungi dan memajukan masyarakat sipil.
  4. Meningkatkan partisipasi masyarakat sipil dalam proses kebijakan dan pengawasan institusi-institusi public.
  5. Mengembangkan arus informasi yang bebas di kalangan masyarakat sipil.
  6. Membangun budaya politik yang demokratis di kalangan masyarakat sipil.
  7. Meningkatkan ketahanan institusional dan finansil organisasi-organisasi masyarakat sipil.

Semua ini merupakan prasyarat dalam rangka mewujudkan visi pembangunan nasional 2005-2025 yaitu INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR sesuai Tujuan Nasional yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945.

Dalam konteks ini, Kompasiana beserta semua Kompasianernya – melalui slogan Beyond Blogging-nya – bisa mengambil posisi dan peranan yang sangat vital dan menentukan dalam rangka memberi sumbangsih ke arah pencapaian ketujuh langkah strategis tersebut.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline