Lihat ke Halaman Asli

Di Sekolah, Semua Bisa Jadi "Guru"

Diperbarui: 3 September 2024   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekolah bukan hanya tempat untuk belajar akademik, tetapi juga merupakan tempat pembentukan karakter, sosialiasi, dan pengembangan keterampilan hidup. Di sekolah, peserta didik belajar nilai-nilai sosial, etika, dan cara berinteraksi dengan orang lain, yang sangat penting untuk kehidupan mereka di luar akademis.

Pembelajaran berkualitas tidak harus terjadi di dalam kelas, semua juga bisa berperan sebagai guru dan juga murid. Tidak pandang usia, profesi, maupun jabatan. Hal ini selaras dengan salah satu prinsip pembelajaran dalam Kurikulum 2013 (K-13), yaitu siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas. Menurut Undang-undang No 14 tahun 2005, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dalam praktiknya dan sering dijalankan secara informal, tanggung jawab mendidik tidak hanya di pundak seorang guru. Setiap individu punya peran untuk membekali anak-anak Indonesia dangan pembelajaran berkualitas sehingga  mereka bisa memperbaiki kehidupannya kelak, juga bisa bersaing di tingkat global. Guru yang juga sering dikaitkan dengan akronim "digugu lan ditiru" (orang yang dipercaya dan diikuti), bukan hanya bertanggung jawab mengajar mata pelajaran yang menjadi tugasnya, melainkan lebih dari itu juga mendidik moral, etika, integritas, dan karakter.

Dalam hal pendidikan moral dan karakter, tentu semua orang, meskipun bukan berprofesi sebagai guru, bisa berkontribusi atau menjadi teladan yang baik bagi lingkungannya. Ia bisa membagikan nilai-nilai penting dalam mengembangkan karakter anak didik, dan bahkan ini bisa melengkapi pembelajaran yang kadang tidak diberikan dalam sekolah formal. Seiring dengan kebijakan pemerintah yang menggalakkan Merdeka Belajar, di mana peserta didik diberikan kesempatan belajar secara bebas dan nyaman, gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami dan potensi yang mereka punyai, maka konsep 'semua adalah guru' menjadi sangat relevan.

Selaras dengan filosofi Ki Hajar Dewantara, pendidik dan pendiri Taman Siswa,  bahwa  "Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah", maka murid diberi kebebasan untuk belajar dari sumber yang beragam, dari guru, teman-teman, orang tua, buku, internet, dan sebagainya. Juga bisa belajar di manapun, terutama dari rumah yang menjadi kunci pendidikan karakter.

Setiap warga sekolah mempunyai peranan yang berbeda-beda. Namun tentunya masih saling berhubungan satu dengan yang lain. Intinya tidak boleh ada rasa saling menyepelekan salah satu anggota warga sekolah, karena kita saling membutuhkan. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan orang lain untuk menunjang kehidupannya. Pengalaman berinteraksi bersama dengan warga sekolah, mulai dari pimpinan, guru, karyawan, peserta didik, bahkan orangtua pun bisa memberikan makna kehidupan tersendiri yang tidak terduga sebagai "guru" kehidupan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline