Lihat ke Halaman Asli

Umi FarzahNadliroh

Mahasiswa Teknik Informatika UIN Malang

Faktor-Faktor Kunci Sukses Adopsi Teknologi Kesehatan di Rumah Sakit Modern

Diperbarui: 13 September 2024   07:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perawatan Kesehatan di Rumah Sakit Modern (Sumber: Freepik.com)

Faktor-Faktor Kunci Sukses Adopsi Teknologi Kesehatan di Rumah Sakit Modern

Dalam era modernisasi perawatan kesehatan, integrasi teknologi informasi (TI) telah menjadi komponen kunci dalam meningkatkan efisiensi operasional, akurasi diagnosa, serta manajemen data klinis. Di artikel Information Technologies Adoption in Medical Education, Research and Advancement Clinical Treatment at King Saud Medical City, penulis Deena M. Barakah, Manal M. Shira, dan Sami S. Alwakeel memaparkan adopsi teknologi TI di King Saud Medical City (KSMC), sebuah rumah sakit terkemuka di Riyadh, Arab Saudi. Fokus mereka adalah pada penerapan TI dalam tugas klinis, pendidikan medis, dan penelitian yang berujung pada peningkatan layanan kesehatan. Fakta menarik dari penelitian ini adalah tingginya tingkat adopsi sistem TI di KSMC yang sebanding dengan negara maju, seperti yang dicatat dalam artikel ini. Sebagai contoh, 53,2% responden menggunakan sistem Computerized Physician Order Entry (CPOE) secara teratur dalam tugas klinis mereka, sebuah angka yang cukup signifikan untuk rumah sakit di kawasan Timur Tengah.

Artikel ini juga menyoroti bagaimana sumber daya pendidikan berbasis TI, seperti basis data penelitian daring, digunakan secara aktif oleh staf medis, dengan 40,4% peserta yang mengklaim menggunakan sumber ini secara rutin. Meskipun demikian, masih terdapat hambatan dalam akses terhadap teknologi pendidikan yang lebih maju, seperti simulasi realitas virtual, di mana hanya 17% dari responden yang melaporkan penggunaan yang sering. Data ini mencerminkan tantangan yang dihadapi rumah sakit dalam memfasilitasi pembelajaran berbasis teknologi di lingkungan klinis. Penelitian ini didasarkan pada data survei yang dikumpulkan pada tahun 2014 dari 100 peserta, di mana 47 di antaranya memenuhi kriteria inklusi untuk dianalisis lebih lanjut. Hal ini memberikan landasan bagi diskusi lebih lanjut tentang pentingnya TI dalam transformasi pelayanan kesehatan di era digital.

***

Penelitian yang dilakukan di King Saud Medical City (KSMC) menunjukkan adopsi teknologi informasi dalam berbagai aspek perawatan kesehatan dan pendidikan medis. Salah satu poin penting adalah penggunaan sistem Computerized Physician Order Entry (CPOE) yang telah mencapai 53,2% di kalangan tenaga medis. Sistem ini memainkan peran vital dalam meningkatkan efisiensi operasional rumah sakit dengan mengurangi kesalahan manual dalam penulisan resep dan perintah medis. Selain itu, sistem ini memfasilitasi komunikasi yang lebih cepat dan akurat antara dokter dan apoteker, serta mendukung pengambilan keputusan klinis. Namun, meski angka ini cukup tinggi, masih terdapat sistem lain, seperti Laboratory Information Management Systems (LIMS), yang penggunaannya hanya mencapai 19,1%, menunjukkan adanya kesenjangan dalam adopsi teknologi.

Penelitian ini juga menggarisbawahi pentingnya TI dalam mendukung pendidikan medis berkelanjutan. Sebanyak 50,28% dari peserta penelitian melaporkan bahwa mereka tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya teknologi pendidikan di tempat kerja. Sebaliknya, penggunaan basis data penelitian daring dan jurnal medis online cukup dominan, dengan 40,4% peserta yang mengaksesnya secara mandiri. Namun, teknologi pendidikan yang lebih canggih, seperti simulasi realitas virtual dan multimedia berbasis web, masih kurang tersedia, hanya digunakan oleh 17% responden. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun ada kemajuan dalam adopsi TI, fasilitas pendidikan berbasis TI yang lebih maju masih perlu ditingkatkan untuk menunjang kemampuan klinis dan pengembangan pengetahuan medis.

Selain itu, data menunjukkan bahwa usia dan pengalaman profesional berpengaruh signifikan terhadap adopsi teknologi. Sebagai contoh, penggunaan sumber daya medis berbasis TI, seperti jurnal online, menunjukkan korelasi signifikan dengan usia dan tahun pengalaman, di mana tenaga medis yang lebih berpengalaman lebih cenderung memanfaatkan teknologi ini. Studi ini mencatat bahwa pada tingkat nasional, Arab Saudi telah mencapai tingkat prevalensi smartphone dan PDA di kalangan dokter dan dokter gigi sebesar 69,1%, sebuah angka yang menunjukkan potensi besar dalam adopsi teknologi mobile dalam praktik klinis.

Temuan ini juga mengungkapkan bahwa ada korelasi signifikan antara tingkat adopsi teknologi canggih, seperti Decision Support System (DSS) dan Medical Expert Systems (MES), dengan jumlah tahun pengalaman tenaga medis. Artinya, semakin berpengalaman seorang praktisi, semakin besar kemungkinan mereka untuk mengenal dan menggunakan teknologi-teknologi ini. Data dari penelitian ini dapat menjadi landasan untuk pengembangan strategi yang lebih komprehensif dalam meningkatkan adopsi TI di sektor kesehatan, tidak hanya di rumah sakit KSMC tetapi juga di seluruh Arab Saudi.

***

Dari temuan penelitian yang dilakukan di King Saud Medical City, terlihat bahwa adopsi teknologi informasi dalam perawatan kesehatan telah berkembang dengan baik, namun masih terdapat ruang untuk perbaikan, terutama dalam akses ke sumber daya pendidikan berbasis teknologi yang lebih canggih. Meski 53,2% staf medis secara aktif menggunakan sistem CPOE, masih ada kesenjangan dalam pemanfaatan sistem lain seperti LIMS, yang hanya digunakan oleh 19,1% responden. Di sisi lain, penggunaan jurnal dan basis data penelitian daring cukup tinggi di kalangan tenaga medis, namun teknologi seperti simulasi realitas virtual masih sangat terbatas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline