Sebuah institusi keagamaan atau kemasyarakatan sepertinya tidak dapat terlepas dari pengaruh perkembangan situasi sosial-politik yang tengah berlangsung dalam masyarakat. Keterkaitan ini muncul karena setting sosialpolitik memiliki peran yang signifikan dalam membentuk karakter dan kelangsungan hidup suatu institusi. Fenomena ini juga mencakup pranata sosial lainnya, termasuk dalam konteks ini, pendidikan Islam baik dari segi sistem maupun lembaga. Penting untuk diakui bahwa dinamika sosial-politik masyarakat memiliki dampak yang mendalam terhadap institusi keagamaan. Dengan memahami hubungan yang kompleks antara institusi keagamaan, termasuk pendidikan Islam, dengan situasi sosial-politik, kita dapat mengenali pentingnya adaptasi dan respons terhadap perubahan. Hal ini tidak hanya relevan untuk menjaga kelangsungan hidup institusi, tetapi juga untuk memastikan bahwa pendidikan Islam dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.
Pertemuan politik dan pendidikan Islam telah menjadi panggung bagi konflik dan kesepakatan yang bergulir terus-menerus. Terkadang, aliansi antara politik dan pendidikan Islam mampu memberikan keuntungan dan dukungan yang signifikan bagi perkembangan kedua bidang tersebut. Namun demikian, sejarah juga mencatat kejadian-kejadian di mana keterlibatan politik justru membawa dampak merugikan dan menyulitkan perkembangan pendidikan Islam. Penting untuk dicatat bahwa pergumulan antara politik dan pendidikan Islam tidaklah statis ia merupakan refleksi dari dinamika sosial-politik yang selalu berubah seiring waktu. Dalam beberapa periode sejarah, kebijakan politik dapat membuka pintu bagi kemajuan pendidikan Islam, sementara pada saat lain, intervensi politik dapat menjadi hambatan dan menimbulkan tantangan.
Politik terhadap pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan bukan hanya menjadi sarana untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga menjadi alat yang digunakan untuk membentuk pandangan dunia dan loyalitas terhadap penguasa. Kasus ini menunjukkan bahwa pendidikan dapat menjadi instrumen yang sangat kuat dalam mendukung agenda politik suatu pemerintahan, sekaligus mencerminkan sejauh mana kebijakan pendidikan dapat dipengaruhi oleh kepentingan politik penguasa.
Kasus ini menggambarkan dengan sangat nyata bagaimana pemerintahan Orde Baru menjalankan kekuasaannya selama 32 tahun, di mana intervensi pemerintah melibatkan penyusunan kurikulum dengan menekankan subjek tertentu, seperti mata pelajaran Pancasila, dan melaksanakan indoktrinasi atau penataran, seperti program penataran P4. Semua ini merupakan bukti konkret bahwa pendidikan menjadi salah satu instrumen yang dimanfaatkan untuk melayani kepentingan politik penguasa. Generasi politik yang memimpin bangsa selama periode Orde Baru tumbuh dalam konteks di mana kualitas pendidikan sudah mulai merosot. Ekspansi sistem pendidikan yang terjadi begitu cepat pada saat itu, tanpa pengawasan dan persetujuan yang memadai, telah mengakibatkan penurunan mutu sekolah-sekolah. Penurunan ini dipicu oleh keterbatasan elit pendidikan pada waktu itu yang harus melibatkan diri secara maksimal untuk mendukung ekspansi sistem pendidikan yang berlangsung begitu cepat.
Situasi ini menciptakan tantangan serius, karena pertumbuhan pesat dalam jumlah lembaga pendidikan tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas. Elit pendidikan yang jumlahnya terbatas menjadi tertarik untuk menjaga kualitas pendidikan, namun keterbatasan sumber daya manusia dan waktu yang panjang untuk mencapai cakupan yang luas memperumit upaya tersebut.
Fenomena ini mencerminkan bagaimana pendidikan, yang seharusnya menjadi instrumen untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, sering kali dimanipulasi untuk kepentingan politik. Pemimpin menggunakan isu pendidikan, khususnya pendidikan Islam, sebagai sarana untuk mencapai dukungan politik, terutama ketika mendekati periode pemilihan umum. Pendekatan ini mencakup penggunaan tema-tema pendidikan sebagai bagian dari kampanye politik untuk membangun citra positif dan mendapatkan dukungan publik. Dalam beberapa kasus, hal ini dapat menciptakan ketidakseimbangan antara pembangunan pendidikan yang substansial dan pemanfaatan isu pendidikan sebagai alat politik.
Pentingnya menyadari dinamika ini adalah agar masyarakat dapat memahami bagaimana pendidikan, termasuk pendidikan Islam, sering kali menjadi korban dari agenda politik. Dengan pemahaman ini, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih kritis dan selektif dalam menilai kebijakan pendidikan yang diusung oleh para pemimpin, sehingga pendidikan dapat diarahkan secara benar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Terkadang kalangan pendidik sering melupakan bahwa salah satu aspek penting dalam pendidikan Islam adalah dimensi politik. Dalam dimensi ini, tergambar hubungan yang melibatkan masyarakat dengan pemerintahan, interaksi antar negara, serta dinamika antarorganisasi, dan sebagainya. Hal ini menjelaskan bahwa pendidikan Islam memiliki keterkaitan yang erat dengan ranah politik, dan keduanya sulit untuk dipisahkan. Pentingnya memahami dimensi politik dalam pendidikan Islam bukan hanya sebatas pengetahuan teoritis, tetapi sebagai landasan untuk membekali peserta didik dengan pemahaman yang mendalam tentang hubungan sosial dan politik dalam konteks ajaran Islam. Dengan memahami keterkaitan ini, pendidik dapat merancang kurikulum yang tidak hanya menekankan aspek keagamaan, tetapi juga memperkuat pemahaman tentang tanggung jawab sosial dan politik dalam masyarakat.
Upaya dalam merestorasi peran pendidikan
Sesuai dengan tujuan konstitusi mencakup pembaruan kurikulum, pemberdayaan guru sebagai agen perubahan, dan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan karakter demokratis. Melalui pendekatan ini, pendidikan dapat menjadi motor penggerak dalam membentuk masyarakat yang cerdas, beretika, dan partisipatif dalam proses demokratisasi.