Lihat ke Halaman Asli

Umi Setyowati

Ibu rumah tangga

"Asa yang Tersisa" (2)

Diperbarui: 17 Maret 2016   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

No. 84. Umi Setyowati. 

#tantangan100harimenulisnovelFC

Bab. I 

2 / 

Banyuwangi, kota di ujung timur pulau Jawa. Dahulu dikenal sebagai kota santet. Kini lebih dikenal dengan "The Sunrise of Java " Dari sebelah utara berbatasan dengan Situbondo, dari timur berbatasan dengan Selat Bali, dari sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia, dan dari sebelah barat berbatasan dengan Jember serta Bondowoso.Di sana aku dan adikku dilahirkan. 

Usiaku dan adikku hanya terpaut satu tahun. Sehingga ketika kami sudah masuk sekolahTK, aku di kelas nol besar dan adikku di kelas nol kecil. 

Secara berpakaian serta pernik-pernik anak perempuan, dari ujung kaki hingga ujung kepala, yang kami pakai selalu sama. Seperti anak kembar, yang berbeda hanya postur tubuh saja,aku lebih tinggi. Dan adikku juga lebih putih, lebih cantik kalau kulihat dari foto jaman itu. 

Suatu hari, sepulang sekolah, sambil menunggu becak menjemput, kami bermain di kebun sebelah sekolahan. Di halaman rumah orang itu, banyak sekali pepohonan, ada sebuah jeruk nipis yang tergeletak di bawah pohonnya, oleh adikku diambil dan dibawa pulang. Aku sudah melarangnya, buat apa jeruk kecut begitu, tapi dia memaksa, dimasukkannya dalam tas sekolah. 

Malamnya, badan adikku panas sekali, ibu memberinya kompres, handuk kecil dibasahi dan ditempelkan di keningnya. Sebentar-sebentar diperas dan ditempelkan lagi, begitu sampai pagi. Hari itu kami tidak masuk sekolah, aku gak mau berangkat sekolah sendirian, kami selalu bersama ke manapun. 

Waktu itu, di zaman itu, seingatku kalau ada yang sakit, kami cukup berobat ke rumah pak mantri bukan ke dokter. Demikian juga ibuku membawa adikku ke sana. Diberi obat puyer, biasanya dua kali minum sudah sembuh. 

Tapi kali ini sampai dua hari, adikku belum sembuh juga. Bahkan kata ibuku, badannya semakin panas. Semalaman itu kulihat ibu dan nenekku serta saudara - saudara kami berkumpul di dalam kamar menjaganya, sambil terus menerus mengganti kompres, aku sedih sekali melihat adikku sakit. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline