Hari ini, berbicara tentang investasi sudah tidak begitu asing lagi karena sebagian besar masyarakat terutama yang tinggal di daerah urban sudah melek tentang literasi keuangan, yah paling tidak mereka sudah menggunakan produk dan layanan keuangan mulai dari yang konvensional sampai tataran fintech yang semakin tren belakangan ini.
Kemajuan teknologi khsuusnya di dunia keuangan membuat kita masayarakat awam dan investor ritel ini sangat terbantu, bayangkan dulu jika ingin membeli instrument investasi reksadana kita harus datang langsung ke bank dan harus ditanya ini itu serta harus menyiapkan nominal uang yang bisa dibilang tidak sedikit untuk bisa membuka akun.
Sekarang dengan adanya platform investasi via online semua proses dan birokrasi yang panjang itu bisa dilakukan hanya dalam hitungan menit, prosesnya sangat mudah dan yang lebh utama syarat minimal untuk bisa berinvestasi juga sangat terjangkau. Tentu hal ini semakin menarik minat masyarakat dan di saat yang bersamaan juga sebagai sarana untuk edukasi agar masyarakat lebih melek tentang keuangan, terutama untuk tujuan perencanaan jangka panjang.
Semakin mudahnya mengakses instrumen investasi dari yang sebelumnya sangat eksklusif dan sekarang semakin merakyat, maka tidak memungkinkan setiap orang sekarang bisa menjadi investor meskipun masih dalam skala ritel. Data resmi OJK menyebutkan bahwa hingga April 2022 jumlah investor ritel di pasar modal bertambah sebanyak 15,11% (ytd) dibandingkan dengan posisi per akhir Desember 2021 dan pertumbuhan jumlah investor ini didominasi oleh kaum millennial dengan rentang usia di bawah 30 tahun sebanyak 60,29%.
Peran Sosial Media dan Influencer Keuangan
Pertumbuhan jumlah investor ritel yang pesat dan didominasi oleh kaum millennial bahkan gen z agaknya tidak lepas dari peranan sosial media dan ini dipicu sejak terjadinya pandemi pada Maret 2020 lalu. Pandemi yang mengharuskan kita semua stay at home membuat kita mempunyai banyak waktu untuk menyibukkan diri di dunia maya, terutama sosial media, pandemi juga membuat sebagian besar perekonomian masayarakat goyah sehingga kombinasi ini membuat banyak sekali bermunculan konten–konten edukasi yang berhubungan dengan finansial dan investasi, mulai dari yang benar–benar memberikan edukasi bahkan yang berkedok investasi bodong dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat dengan dunia baru yang mereka masuki ini.
Era keterbukaan juga membuat banyaknya bermunculan influencer – influencer yang mengangkat tema tentang keuangan, mulai dari bagaimana cara mengatur keuangan pribadi, keuangan keluarga, cara ber investasi, apa saja jenis instrumen investasi sampai dengan buka–bukaan portofolio investasinya, bahkan tidak sedikit yang dengan terang – terangan merekomendasikan emiten tertentu dengan menunjukkan cuan yang sudah diperoleh.
Tentu konten seperti ini akan sangat menarik minat masayarakat terutama anak muda untuk semakin gencar terjun dan mendalami dunia investasi karena mereka melihat potensi untung yang besar. Dari sini kita sudah bisa melihat ya ada demand ada supply.
Namun, apakah sebenarnya etis buka – bukaan portofolio seperti itu? karena bila kita lihat tren sosial media sekarang,banyak sekali influencer yang melakukan hal ini. Apakah perilaku seperti ini bisa dikategorikan pompom? entahlah saya juga tidak terlalu paham batas aman yang bisa dikatakan seseorang melakukan pompom atau tidak karena semua berdalih untuk menginspirasi.
Kenyataan nya kita sebagai masyarakat awam celakanya mudah sekali percaya dan kurang mau mempelajari lebih lanjut tentang instrumen inevstasi, biasanya kita hanya mengandalkan apa kata atau apa saran dari influencer. Hey, kita tidak pernah tahu loh motif setiap influencer itu apa, apakah mereka murni ingin berbagi atau bahkan memang sedang di endorse oleh suatu produk? We never know.