Topik pilihan kali ini benar-benar sangat menarik karena sangat relate dengan apa yang terjadi di lapangan, khususnya di dunia kerja.
Indonesia memang sedang mengalami bonus demografi dengan banyaknya penduduk usia produktif yang di dominasi oleh generasi millenial dan gen Z, tentu bonus demografi ini bisa berdampak baik atau sebaliknya berdampak buruk saat kita tidak bisa mengolah dan mengarahkan mau dibawa kemana potensi yang luar biasa besar ini.
Membahas dunia kerja memang tidak ada habisnya. Di balik iming-iming kesuksesan, kenaikan pangkat dan benefit-benefit lain yang ditawarkan ternyata di dalamnya tidak selalu seindah yang kita bayangkan.
Bisa dimaklumi, terutama untuk para job hunter atau fresh graduate, bahwasanya bisa diterima kerja di tempat impian adalah pencapaian yang luar biasa mengingat susahnya untuk mendapatkan pekerjaan ini, apalagi sejak dunia dilanda pandemi dua tahun silam.
Akan tetapi, bukan berarti dunia kerja juga sangat menakutkan dan penuh intrik meskipun bagi kita-kita yang sudah lama bekerja juga tidak bisa menampiknya. Semua punya pros dan cons, di semua bidang, di lini apapun itu sehingga apa yang akan kita sharing di sini angaplah sebagai informasi dan berbagi pengalaman agar kita tidak terlalu naif juga nantinya dalam menghadapi realita hidup, hehe.
Quiet Quitting
Jujur saat pertama mendengar istilah ini dan memahami maksudnya saya langsung kembali teringat masa-masa saat masih aktif bekerja, saya bekerja cukup lama, lebih dari lima tahun sehingga sedikit banyak juga mempunyai bahan untuk diceritakan pada topik ini.
Istilah quiet quitting atau bahasa awamnya kerja sesuai jobdesk saja tidak usah neko-neko memang sebenarnya bukan hal baru, seperti halnya semua karyawan baru yang masih semangat dan idealis, tentu di awal-awal bekerja kita ingin menunjukkan skill dan kemampuan di hadapan atasan dengan harapan kinerja kita di apresiasi dan endingnya kita akan bisa menapaki jenjang karir yang baik di tempat kita bekerja.
Sebenarnya ini hal yang sangat lumrah apalagi bila memang betul perusahaan benar-benar memberikan apresiasi sesuai dengan kontribusi kita, siapa yang tidak mau?
Sebenarnya motif karyawan melakukan aksi ini juga banyak sebab, salah satunya selain tekanan kerja yang tinggi juga karena mereka merasa apa yang mereka berikan dengan apresiasi atau reward yang didapatkan dianggap tidak sepadan.
Ini juga terjadi di lingkungan kerja saya dulu, sebelumnya di divisi lama saya budaya kerja yang dibangun sangat positif, mulai dari gaya kepemimpinan, pembagian tugas sampai dengan apresiasi dan reward yang diberikan semuanya berjalan dengan baik sehingga dulu kami bekerja tidak perhitungan, yang kami tahu adalah bagaimana kami sebagai tim bisa menyelesaikan projek dengan baik dan mengerahkan segenap kemampuan untuk bisa memberikan hasil yang tidak hanya baik namun juga memuaskan.
Jarang saya temui sesama karyawan saling menjatuhkan, yang ada justru saling menopang satu sama lain, benar - benar suasana kerja yang solid dan penuh kekeluargaan tanpa harus mengesampingkan profesionalitas.