Setelah kasus varian baru Covid Omicron meluas, sekarang masyarakat Indonesia sedang disajikan panggung baru yang datang dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Tentu sudah tidak asing lagi mengenai viralnya berita bahwa Kementerian Ketenagakerjaan akan berencana mengesahkan Permenaker No. 2 Tahun 2022 mengenai Jaminan Hari Tua (JHT), salah satu program dari BPJS Ketenagakerjaan.
Menilik dari namanya, Jaminan Hari Tua (JHT) sebenarnya ditujukan sebagai tabungan pensiun untuk para pekerja saat usia pekerja sudah memasuki usia pensiun normal di negara kita, kurang lebih berkisar di angka 55-56 tahun.
Sampai di sini, sepertinya semua aman-aman saja ya dan program yang dicanangkan pemerintah sepertinya oke-oke saja dan bisa diterima sejauh ini.
Mengapa Permenaker No. 2 Tahun 2022 Terkait JHT Berujung Polemik?
Selama ini peraturan terkait program Jaminan Hari Tua (JHT) tidak terlalu menimbulkan masalah berarti karena sebelumnya presiden sudah membuat peraturan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) bisa dicairkan apabila pekerja mengalami kondisi pemutusan hubungan kerja (PHK) ataupun resign dari tempat bekerja di mana dana baru bisa dicairkan terhitung sebulan setelah tidak lagi bekerja.
Peraturan ini tentunya sangat membawa angin segar bagi mayoritas pekerja karena sebagaimana yang kita tahu, tentu untuk mendapatkan pekerjaan baru setiap orang mempunya kesempatan yang berbeda-beda.
Dana Jaminan Hari Tua (JHT) ini bisa kita dikatakan berperan sebagai safety net di saat masa-masa menunggu.
Dana tersebut bisa digunakan untuk back up operasional sehari-hari maupun sebagai modal bila yang bersangkutan memutuskan untuk mencoba terjun ke dunia wirausaha.
Namun, sepertinya rencana-rencaan tersebut akan berujung pada kekecewaan, karena seperti yang kita ketahui bahwa pemerintah akan mengeluarkan peraturan di mana dana Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan ketika pekerja sudah berusia 56 tahun, dan di sinilah bom waktu meledak.