Lihat ke Halaman Asli

umbu ole

Wiraswasta dan pemerhati politik

Mempertanyakan Implementasi Kinerja dan Kolaborasi untuk Indonesia Maju

Diperbarui: 10 Oktober 2023   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Semangat untuk meningkatkan Kinerja dan Kolaborasi untuk Indonesia maju sebagaimana dicanangkan oleh Menteri Agraria Tata Ruang dan Badan Pertahanan Nasional, Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto, dalam sambutannya pada Peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Tahun 2023, menghadapi tantangan serius. 

Komitmen yang dibangun Kementerian ATR/BPN dalam menyongsong Indonesia Emas 2045, untuk melakukan kerja spartan, serta membangun sinergi dan kolaborasi yang baik dengan berbagai pihak sepertinya jauh panggang daripada apinya. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya kasus yang sedang marak di media sosial belakangan ini. Hal mana, kasus yang dialami oleh Lukas Bobo Riti dan keluarganya di sebuah daerah terpencil, Desa Pogotena, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Pengaduan masyarakat kecil di Sumba Barat Daya ini perlu menjadi kajian serius dan harus segera diatasi oleh menteri Hadi Tjahjanto, agar kepercayaan masyarakat kepada Kementerian ATR/BPN ini tidak tercoreng hanya karena perilaku oknum-oknum pejabat pertanahan di daerah yang tidak sejalan dengan kebijakan Kementerian ATR/BPN ke depannya. Untuk mendapatkan gambaran seutuhnya, menteri Hadi Tjahjanto dapat mengakses informasi yang sudah beredar luas di masyarakat melalui link berikut:

Mencermati alasan Kepala BPN Sumba Barat Daya, NTT, Yusac Benu, dan sanggahan yang disampaikan oleh Pemohon, Lukas Bobo Riti, tentu sangat mencederai rasa keadilan dan semangat membangun Kinerja dan Kolaborasi untuk Indonesia Maju sebagaimana dicanangkan Menteri Hadi Tjahjanto.

Sekilas tentang alasan yang disampaikan kepala BPN SBD kepada pemohon, yaitu (1) Lokasi pemohon sudah bersetifikat, namun berdasarkan pengakuan, dan fakta-fakta di lapangan, serta pengakuan aparatur Desa, dan Camat setempat, lokasi tersebut belum pernah diterbitkan sertifikat dan Lukas Bobo Riti dan keluarganya masih merupakan pemilik sah dari lokasi dimaksud. 

(2) Lokasi dikatakan masuk Kawasan Sempadan Pantai, namun dalam penelusuran factual dan regulasi daerah, yaitu Perda Kabupaten Sumba Barat Daya nomor 2 tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya untuk tahun 2020-2040, dan dikuatkan dengan rekomendasi atau surat pernyataan Bebas Kawasan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Sumba Barat Daya, nomor 426/UPTD-KPH/VI/SBD/2022 bahwa lokasi pemohon terletak di luar Kawasan.

(3) Alasan Ketiga, Kepala BPN SBD yaitu Lokasi akan menutup akses orang-orang yang berada di belakangnya bila diterbitkan sertifikatnya oleh BPN SBD. Tentu saja ini merupakan alasan yang sama sekali tidak memiliki dasar hukum.

Melihat kasus yang menimpa saudara-saudara kita di Sumba Barat Daya, NTT ini, sudah saatnya Presiden Jokowi dan Menteri Hadi Tjahjanto untuk segera turun tangan dan melakukan investigasi serius di lapangan, supaya jangan sampai ke depannya, muncul lagi kasus-kasus serupa di Republik ini. Semoga Menteri Hadi bisa menertibkan bawahannya yang terkesan sangat arogan dan tidak memiliki jiwa sebagai pelayan masyarakat dan abdi negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline