Lihat ke Halaman Asli

Siapkah Indonesia Menghadapi Ledakan Urbanisasi Tahun 2030?

Diperbarui: 28 Maret 2018   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasional Kompas

Tingkat urbanisasi Indonesia diprediksi akan mencapai 70 persen pada tahun 2030 mendatang. World Bank dan Lembaga Riset Internasional, McKinsey Global Institute sudah memprediksi hal tersebut dan menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi nomor 7 di dunia. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai kestabilan lebih dari negara-negara maju di dunia selama 4-5 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi tersebut berasal dari kota-kota besar di luar pulau Jawa dan Jakarta. Menurut World Bank, kota-kota yang menjadi sasaran utama urbanisasi adalah kota yang jauh dari kota besar, seperti Yogyakarta, Cirebon, Pekalongan, dan sebagainya.

Dengan tingkat urbanisasi yang sedemikian tersebar dan memiliki tingkat yang sangat tinggi, yakni 70 persen, maka kota-kota di Indonesia butuh persiapan yang memadai untuk dapat menampung ledakan urbanisasi tersebut. Dalam laporannya  'Expanding Opportunities for the Urban Poor', World Bank telah mengingatkan Indonesia bahwa tingkat urbanisasi yang tinggi tanpa persiapan infrastruktur, layanan, serta lapangan pekerjaan yang cukup dapat membuat terjadinya ketimpangan, terhambatnya pertumbuhan ekonomi, dan perpecahan sosial seperti kota-kota di Asia Timur dan Pasifik.

Saat ini, Indonesia sudah mulai bangkit dalam pemerataan pembangunan infrastruktur guna bersaing dengan dunia internasional. Pembangunan infrastruktur Indonesia sebagian besar melibatkan sektor swasta, terutama infrastruktur jalan yang ada di pulau Jawa.

"Keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan supaya ada alternatif skenario dalam penyediaan infrastruktur" tutur Ridwan Sutriadi ST MT PhD, Kaprodi S1 PWK ITB, dalam kuliah tamu bertema Tata Kelola Perkotaan yang bertempat di Gedung B ruang 305 PWK ITS, Surabaya, Selasa (13/03).

Sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur Indonesia diharapkan dapat menjadi penolong pemerintah Indonesia dalam penyediaan infrastruktur, terutama di kota-kota besar di Indonesia.

Namun, pemerintah Indonesia juga harus tetap memperhatikan dengan luasnya Indonesia dan tingkat urbanisasi yang tinggi dapat berdampak lebih besar daripada kota-kota di Asia Timur dan Pasifik.

Oleh karena itu, perhatian terhadap SDG's nomor 11 yang berbunyi "Make cities and human settlements inclusive, safe, resilient and sustainable" sangat diperlukan. Dengan tugas utama pemerintah pusat maupun daerah, yaitu pembangunan kota berkelanjutan yang dapat membuat kota-kota di Indonesia menjadi aman dan nyaman ditempati untuk masyarakatnya.

Kota-kota di Indonesia memiliki potensi dari sumber daya alamnya masing-masing yang dapat dimanfaatkan secara luas untuk kesejahteraan masyarakatnya. Seperti pada buku Indonesia's Urban Story yang merupakan produk World Bank menyatakan bahwa, kota besar lebih produktif secara ekonomis bila dibandingkan dengan kota kecil karena, kota besar mengelompokkan kegiatan-kegiatan dan menciptakan peluang terbentuknya ekonomi yang berbasis lokal. Untuk itu, diperlukan peningkatan pengelolaan potensi sumber daya alam di masing-masing kota serta pemasaran kota tersebut.

"Siapa para pemangku kepentingannya, yang kedua faktor pemasarannya seperti bagaimana, dan target pemasarannya seperti apa, ini kalau ingin mencapai kota berkelanjutannya dengan cara memasarkan kota itu atau marketing places" ungkap Ridwan Sutriadi ST MT PhD.

Dari pernyataan Ridwan tersebut, dapat diketahui bahwa, kota berkelanjutan dapat dicapai dengan memasarkan kota tersebut. Memasarkan kota harus memperhatikan pemangku kepentingan (Multiple Helix Ecosystem), yaitu pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat. Dalam pembangunan daerah perkotaan, setiap stakeholder tersebut memiliki kewajiban serta kewenangannya pada daerah masing-masing untuk dapat mencapai kota yang berkelanjutan.

Ridwan menyatakan bahwa, faktor pemasaran yang dapat dilakukan perkotaan adalah dengan pengembangan kawasan berdasarkan komoditas di kota tersebut yang berupa produk atau layanan dengan komponen pengembangan kawasan berupa kebijakan (program, perangkat pengendalian, dan sinkronisasi), Infrastruktur (prasarana dan sarana), pengembangan SDM (pelatihan kepemipinan, pendidikan, dan mindset), dan tata kelola perkotaan (badan pengelolaan, kemitraan pemasaran, sumber pendanaan, dan cara memasarkan).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline