Bandung - Wakil Dekan Fakultas Agama Islam UM Bandung Cecep Taufikurrohman mengatakan bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia menganut paham aqidah ahlussunnah wal jama'ah. Termasuk juga Muhammadiyah.
Hal itu Buya Cecep---sapaan akrabnya---sampaikan saat mengisi materi Mimbar Iqra edisi keenam yang berlangsung di Balkon Lantai 4 UM Bandung pada Selasa (31/10/2023).
"Aqidah ahlussunnah wal jama'ah yang dianut mayoritas umat Islam di Indonesia, sangat cocok dengan watak masyarakat Indonesia yang ramah dan toleran. Hal ini yang menjadikan karakter umat Islam di Indonesia tidak sama dengan masyarakat Islam di tempat-tempat lain," tutur Buya Cecep.
"Oleh karena itu, konsep dan paham lain, misalnya saja Syiah atau Khawarij, sangat tidak cocok diterapkan di Indonesia," imbuh Buya Cecep.
Tidak boleh memberontak
Lebih jauh Buya Cecep menyampaikan beberapa keyakinan yang dianut dalam aqidah ahlussunnah wal jama'ah. Antara lain tidak boleh memberontak kepada pemimpin yang sah, selama pemimpin tersebut tidak melakukan kekufuran yang nyata.
"Hanya saja, ahlussunah wal jama'ah bukan berarti diam ketika ada pemimpin yang berbuat tidak baik, sebab mereka mengimani kewajiban amar makruf nahi munkar," ungkap Buya Cecep.
Dalam memahami amar makruf nahi munkar ini, kata Buya Cecep, ada dua golongan yang menafsirkannya secara ekstrem.
Pertama, mereka yang sama sekali tidak mau melakukan amar makruf nahi munkar (tafrith/ekstrem kanan). Mereka berdalih bahwa amar makruf nahi munkar akan menimbulkan bencara dan konflik.
"Sehingga mereka benar-benar tidak mau mengoreksi pemimpin yang keliru. Mereka berdalih dengan ayat-ayat yang melarang terjadinya kerusakan. Di antara yang meyakini pandangan ini adalah Murji'ah, Jabariyah, dan Syiah Imamiyyah," tegas alumnus Universitas Al-Azhar Mesir ini.