Lihat ke Halaman Asli

"L/C Itu Fiktif, Atau Bodong?"

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_96998" align="alignleft" width="300" caption="L/C flow"][/caption] Yang menarik, meski nama penerima barang berbeda, semua nama dan angka dalam dokumen-dokumen pengapalan (shipping documents) sama persis dengan pelaksanaan L/C yang diajukan PT Selalang Prima Internasional (PT SPI) kepada Bank Century (kini, Bank Mutiara), dengan dokumen pengapalan PT. Trans-Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI). Dokumen penerbitan L/C termuat dalam dokumen salinan resume yang dibuat oleh Bank Mutiara untuk program restrukturisasi utang. Dengan kata lain, perusahaan Misbakhun diduga mengkopi semua isi dokumen impor yang dilakukan importir TPPI, Java Energy Resources. Coba, mari kita perhatikan; Dokumen Sama, Pengimpor Berbeda : *) PT Selalang Prima Internasional (importir) Dokumen pengapalan Bintulu Condensate (bill of lading) - Penerbit: Petronas, 25 Oktober 2007 - Asa muat barang: Bahamas - Produk: Bintulu Condensate - Kapal: MT Strovolos, Nassau - Nomor pengangkutan: PB-2080/10/2007 - Jumlah yang dikirim 286.546 barel Pengirim barang dalam dokumen adalah Grains and Industrial Products Trading Ltd (Singapura). Dokumen L/C tidak menyebutkan pelabuhan yang dituju, hanya mencantumkan "Any port (s) in Indonesia". Tidak jelas tujuan impor kondensat yang dibeli itu, misalnya kepada siapa akan dijual. **) PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (importir) Dokumen pengapalan Bintulu Condensate (bill of lading) - Penerbit: Petronas, 25 Oktober 2007 - Asa muat barang: Bahamas - Produk: Bintulu Condensate - Kapal: MT Strovolos, Nassau - Nomor pengangkutan: PB-2080/10/2007 - Jumlah yang dikirim: 286.546 barel Tujuan: Tanjung Awar Awar, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Kontrak pengangkutan barang (bill of lading) yang diterbitkan Petronas (KoranTEMPO) Kegiatan impor kondensat yang dilakukan PT SPI ini juga sempat menjadi perhatian serius Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit BPK yang diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 20 November 2009 menyebutkan, letter of credit oleh Bank Century kepada PT SPI dan sembilan perusahaan lainnya janggal. Namun sayangnya, oleh pansus kemarin ini, keanehan-keanehan ini belum sempat atau terlewatkan untuk didalami? Penyidik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengatakan, perbedaan nama pelaku impor dalam kasus ini patut diduga sebagai tindak pidana penipuan. Bisa jadi, kata dia, kasus ini juga berkaitan dengan dugaan pidana perbankan jika terbukti ada dokumen kepabeanan yang dipalsukan untuk mendapatkan fasilitas L/C. "Modus seperti ini sering terjadi, ibarat satu tanah ada dua sertifikat. Satu palsu untuk menipu mencari uang," katanya kepada (TEMPO) Memang, legal issues sekitar L/C sebagai suatu instumen pembayaran dalam hukum surat-surat berharga (negotiable instruments) bukan suatu mata pelajaran yang mudah untuk dipelajari. Itu sebabnya orang bisa saja sangsi, mereka yang kompetensinya mengurusi bencana alam seperti Andi Arief, belum lagi apabila orang tidak memiliki pengalaman dalam pengurusan lalu-lintas pembayaran dalam perdagangan internasional (international commercial transactions) bisa saja keliru menangkap hakikat dari surat berharga yang bernama L/C ini. Secara konsepsional, The Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP 500) yang diulas dalam buku Raymond Jack, berjudul Documentary Credits (edisi ke-2) dan juga buku seperti yang ditulis oleh John F Dolan, The Law of Letters of Credit (edisi ke-2) dengan suplemen mengemukakan bahwa L/C melibatkan suatu penerbit, yaitu the issuing bank yang bertindak atas permintaan dan instruksi yang dibuat oleh nasabah bank (the applicant) atau pihak yang bertindak atas namanya untuk tujuan tertentu. Pada tulisan sebelum ini "L/C Tidak Fiktif, tapi Bodong," juga sudah kita diskusikan bersama hal ini, dan bila kita perhatikan beberapa masukan dari rekan-rekan Kompasianers. Ada beberapa point yang kiranya bisa menambah pemahaman serta wawasan kita tentang perdagangan dengan mekanisme pembayaran menggunakan Letter of Credit (L/C), ditambah masukan penting dari Jeferson Kameo, SH, LLM, PhD, dosen Fakultas Hukum UKSW, Salatiga. Katanya, ada 3 Prinsip Dasar L/C, yakni : Sebagai sarana pembayaran transaksi ekspor-impor yang memberikan jaminan pembayaran dan kepastian bagi semua pihak yang terlibat (eksportir, importir, bank), letter of credit (L/C) memerlukan sebuah pijakan kuat untuk mengukuhkan posisinya itu. Untuk itu, L/C memiliki 3 prinsip dasar yang berlaku simultan dalam operasionalnya. Apa saja ketiga prinsip itu? 1. Prinsip Independensi Merupakan prinsip yang sangat penting dalam transaksi L/C. Prinsip ini menegaskan bahwa kontrak L/C sebagai instrumen pembayaran transaksi ekspor-impor merupakan kontrak yang 'terpisah' dari perjanjian antara eksportir dan importir yang mereka tuangkan dalam Sales Contract. Karena itu, jika terjadi perselisihan antara eksportir dan importir, Sales Contract tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak pembayaran L/C sepanjang dokumen yang dipresentir memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam L/C (complying presentation). Prinsip independensi L/C bertujuan untuk melindungi bank dari kerugian yang disebabkan karena terjadinya perselisihan antara eksportir dan importir mengenai isi Sales Contract. "Bank dalam transaksi ini hanya berhubungan dengan dokumen yang disyaratkan dalam l/C." Selain itu, prinsip ini juga bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian atas kewajiban bank terhadap L/C yang diterbitkan untuk melaksanakan pembayaran sepanjang dokumen yang dipresentir oleh nominated bank (bank dari pihak eksportir/ beneficiary) telah memenuhi syarat yang ditetapkan L/C. Prinsip ini ditegaskan dalam UCPDC 600 Pasal 4 tentang "Credit vs Contracts." 2. Prinsip Complying Presentation Pada prinsip ini, ditekankan bahwa L/C memberikan jaminan pembayaran kepada eksportir (beneficiary) sepanjang dokumen yang dipresentir oleh beneficiary melalui banknya (nominated bank) via courier service kepada pihak importir (applicant) sesuai dengan segala persayaratan yang ditentukan dalam L/C, yang notabene merupakan kesepakatan antara eksportir dan importir yang pada awalnya dituangkan dalam Sales Contract yang kemudian dituangkan ke dalam klausul-klausul L/C. Prinsip ini ditegaskan dalam UCPDC 600 pada Pasal 15 tentang "Complying Presentation" (Presentasi yang Sesuai) yang menyatakan apabila presentasi dokumen sesuai (dengan syarat L/C), maka L/C WAJIB DIBAYAR. 3. Prinsip Deal with Documents Only Sebagai manifestasi dari Sales Contract, L/C diterbitkan untuk memberikan jaminan kepastian pembayaran kepada beneficiary dan kepastian perolehan barang kepada applicant. Jaminan penerimaan barang bagi applicant yang diwujudkan dengan penyerahan dokumen yang telah disyaratkan dalam L/C merupakan kondisi bahwa L/C itu dapat dibayar. Dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C ini merupakan dasar utama bagi bank untuk menentukan sikapnya dalam rangka pembayaran L/C tersebut. Prinsip ini ditegaskan dalam UCPDC 600 pada Pasal 5 tentang "Documents vs Goods, Services, or Performance" yang menyatakan bank berurusan dengan dokumen, tidak dengan barang, jasa, atau pelaksanaan yang mungkin berkaitan dengan dokumen tersebut. Misalnya melakukan pembayaran kepada atau atas instruksi seorang pihak ketiga (the beneficiary), atau instruksi yang diberikan oleh bank penerbit kepada bank koresponden di negara tempat eksportir, untuk membayar sejumlah uang kepada penjual/eksportir yang namanya telah disebutkan dalam L/C, atau kepada pihak ketiga atas tunjuk atau pembawa L/C yang telah dijual oleh beneficiary. Nah, kelihatan kan dimana titik masuk pencairan L/C tersebut? Iya benar, "bank hanya berurusan dengan dokumen, tidak dengan barang, jasa, atau pelaksanaan yang mungkin berkaitan dengan dokumen tersebut." Inilah celah yang bisa dimasuki untuk bermain-main api, cukup dengan bergandengan tangan sambil bisik-bisik antara pihak bank yang berwenang memberi persetujuan permohonan pembukaan L/C dengan applicant (pemohon/importir). Tidak soal, apakah barangnya mau dikirim atau tidak? Kalau mau pakai bahasa gaol yang sedikit ngocol, pihak bank bisa saja dengan entengnya mengatakan, "Augh ah elap, .. emang gue pikirin," mau barangnya ada atau tidak. Namun, perbuatan pidana Bank Century menerbitkan L/C bodong yang direkayasa seolah-olah ada perintah dari issuing bank untuk membayar harga pembelian kondensat itu pun akhirnya tercium juga oleh Mabes Polri. Sebagaimana diberitakan diberbagai media massa hari ini, Polri menemukan bukti kuat dugaan permainan dalam proses terbitnya L/C PT SPI milik politisi PKS Misbakhun dari Bank Century. Robert Tantular, pemilik Bank Century, ikut 'bermain'. "Yang dijadikan jaminan ya sekitar US$ 4,5 juta. Itu dijaminkan di Bank Century dari US$ 22,5 juta (dana L/C). Tapi yang menjaminkan itu orang dekatnya Robet Tantular," ungkap Direktur Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Pol Raja Erizman di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Rabu (17/3/2010). Yang aneh lagi, lanjut Erizman, yakni ditemukan bukti impor yang dilakukan PT SPI tidak pernah terjadi. "Masalahnya itu, si penjaminnya itu sudah tahu bahwa impornya itu tidak terjadi, tapi mengapa dana itu tetap dicairkan," jelasnya (Jakartapress.com) Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi, pihaknya telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan letter of credit (L/C) Bank Century yang berkaitan dengan politikus Partai Keadilan Sejahtera, Mukhamad Misbakhun. Mereka adalah Robert Tantular, salah satu pemilik Century, dan Kepala Bank Century Cabang Senayan Linda Wangsa Dinata. Dua tersangka itu diduga melanggar Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai pemalsuan surat. "Dari laporan yang kami terima, kan (L/C) fiktif. Jadi, pemalsuan yang utama," katanya. Sementara itu menurut Raja Erizman, anggota DPR M. Misbakhun bisa saja jadi tersangka. Tetapi semua itu tergantung pada data dan bukti yang ada. "Nanti, kita dalami bukti-bukti dahulu," ujarnya Malahan belakangan juga terkuak, berdasarkan dokumen yg beredar, Kamis (18/3/2010), kerugian terjadi karena Bank Century telah menempatkan jaminan (deposit) pada SNCB Bahrain sebesar US$ 50 juta. Deposit berupa US Treasury Strips dalam rangka pembukaan L/C untuk PT Selalang Prima International. Bank Mutiara (nama Bank Century sekarang), tidak mengingkari perihal adanya kebijakan itu. (detiknews) Penjualan US Treasury Strips tersebut mengakibatkan kerugian yang harus ditanggung oleh Bank Century sebesar US$ 25.378.500 (US$ 50 juta-US$ 24.62l.500) atau ekuivalen Rp 275,089 miliar dan pada akhirnya membebani penyertaan modal sementara (PMS) oleh LPS. .... Ups, opo ora euudduaannnn tuh ... USD.25,3 jeti melayang sia-sia juragan ... Teriak tukang bakiak di warung nasinya bang Umar. Mengapa ini terjadi? Jawaban sederhananya, ... iya karena banyaknya L/C bermasalah di Bank Century yang nilai jaminan (collateral) yang dimi­liki perusahaan itu lebih kecil di­banding dengan nilai L/C yang dike­luarkan. Jika dikemudian hari ada permasalahan, maka akan banyak kredit-kredit macet yang akhirnya men­jadi beban bank tersebut. Bank Mutiara memutuskan menerima permintaan PT SPI untuk melakukan restrukturisasi L/C US$ 22,5 juta pada tanggal 4  November 2009. Ini berarti restrukturisasi dilakukan setelah kasus Bank Century sudah muncul ke publik. Restrukturisasi L/C ini dilakukan satu tahun setelah PT SPI jatuh tempo. Untuk diketahui, jatuh tempo untuk PT SPI adalah  November 2008. Janggalkah?  (detikNews) Nah, bagaimana pendapat Anda bila Bank Century ketika itu ditutup? Akankah kasus ini terkuak? Barangkali "L/C Fiktif atau Bodong?" ini pun ikut-ikutan terkubur di makamnya Century, dan kita pun juga tidak bisa menambah pengetahuan tentang perdagangan internasional dengan menggunakan moda pembayaran impor melalui mekanisme letter of credit. (HUH, 18/3/2010)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline