Lihat ke Halaman Asli

Terorisme dan Ilusi Mati Syahid

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dua terduga teroris tewas ditembak polisi di Tulungagung, Jawa Timur, 22 Juli 2013 lalu. Pemberitaannya dengan cepat menyebar luas di media maya dan memancing berbagai komentar. Media - media online "garis keras" pun juga turut mengangkat peristiwa tersebut.

Berbagai hujatan dilontarkan kepada polisi yang dianggap terlalu mudah membunuh orang yang belum terbukti bersalah. Selain itu, tak sedikit yang menyanjung para terduga teroris, yang mereka anggap sebagai Mujahidin yang mati syahid.

Mujahidin? Mati syahid?

Aku tak tertarik membicarakan dalil - dalil dibalik penghormatan terhadap para terduga teroris tersebut. Aku hanya tertarik untuk melontarkan pertanyaan kepada para penyanjung terduga teroris tersebut.

Jika mereka para penyanjung beranggapan bahwa para teroris yang berniat mengebom dan membunuh orang lain itu adalah para mujahidin yang mati syahid, kenapa para penyanjung tersebut tidak mengikuti langkah para "mujahidin" itu untuk kemudian terbunuh dan mati syahid?

Masuk akal bukan ketika kita membenarkan sebuah tindakan dan oleh karenanya kita akan melakukan hal yang sama?

Sama ketika si A menyatakan bahwa para terduga teroris itu adalah seorang mujahidin yang sedang berjihad dan oleh karenanya dia akan mati syahid ketika tewas dalam perjuangannya.

Jika saja si A ingat, jihad adalah kewajiban setiap muslim, dan otomatis ketika si A membenarkan bahwa si terduga tengah berjihad, konsekuensinya dia juga wajib melakukan hal yang sama.

Yang terjadi adalah si A hanya berkoar-koar menghujat polisi dan mendoakan terduga teroris mati syahid.

Aku sarankan kepada si A, kalau dia membenarkan tindakan teroris tersebut, maka cukup sudah bualannya dan mulailah mengikuti langkah teroris yang disebutnya sebagai mujahidin itu. Mulailah membunuh orang-orang lain di sekitarnya yang dianggap kafir dan teruslah membunuh hingga dirinya sendiri terbunuh.

Apa yang terjadi? Atas saran tersebut, si A mengatakan jika jihadnya sebatas memberikan dukungan moril dan spirituil mengingat dirinya sudah berkeluarga dan anak-anaknya masih kecil. Yayaya.. Dia lupa kalau keluarga bukanlah alasan untuk tidak mengangkat senjata dalam jihad.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline