Lihat ke Halaman Asli

Umar Faruq

Hukum Tata Negara

Istana Takut Suara

Diperbarui: 1 Januari 2021   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh: Umar Faruq

Demokrasi memandang setara
Demokrasi menjungjung tinggi kebebasan
Demokrasi meniadakan diskriminasi
Demokrasi mendengarkan suara bukan menikam

Namun ralitas demokrasi meniadakan kesetaraan
Menghilang esensi manusia menyampaikan kebebasan
Mayoritas menindas Minoritas bertopeng kepentingan bersama
Suara kecil minoritas di anggap sebagai ancaman oleh megahnya istana

Padahal Demokrasi memandang semua setera
Jeritan suara kebebasan selalu terdengar
Menggelegar menyuarakan kesetaraan
Dari serpihan-serpihan  jalur aspirasi yang tersumbat
Akibat suara mayoritas yang menjadi pembenar

Serpihan suara dengan bernuansa jeritan
Membuat pedih penguasa
Penguasa dengan tongkat saktinya
Mengutuk kebebasan warga negara dengan membuatnya tak berdaya
Hukum menjelma menjadi tongkat sakti serba guna untuk menibas mereka yang berbeda

Rusaknya  Negara demokrasi bukan karena suara lantang warga negara
Tertupnya aliran suara yang membeku membuat negara  demokrasi itu hancur tak bernafas
Nafas Demokrasi sekencang kebebasan yang ada
Denyut nadi Domokrasi terhubunya suara warga negara pada penguasa

Demokrasi sistem paling baik didunia
Tapi kesalahan dalam pelaksanaannya
Membuat demokrasi menajdi sistem paling buruk
Karena penindasannya dilakukan secara berjema'ah dengan alasan kepentingan bersama

Kini Istana menugaskan manusia setegah dewa
untuk menjaga kepentingan penguasa dari serangan jeritan suara warga negara.

Salam Konstitusi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline