Kita sering mendengar pepatah tersebut. Kita memahami pepatah tersebut bahwa sifat orang tua akan menurun kepada anaknya. Istilah buah diartikan sebagai anak sedangkan istilah pohon diartikan sebagai orang tua. "buah jatuh" anak yang dilahirkan "tidak jauh dari pohonnya" sifatnya tidak akan jauh beda dari orang tuanya karena buah tersebut jatuh di samping pohon tersebut.
Sebagai contoh putra seorang kiyai biasanya akan menjadi kiyai juga seperti ayahnya, hal tersebut bisa terjadi karena pasti ayahnya akan mendidik putranya juga sesuai dengan pendidikan menjadi seorang kiyai.
Contoh lain, putra nabi Ibrahim, yaitu ismail juga memiliki kesabaran seperti ibrahim. Dulu nabi ibrahim diuji kesabarannya dengan cara dibakar oleh kaum musyrik sedangkan ismail diuji akan disembelih oleh ayahnya sesuai dengan perintah Allah SWT. Dari contoh-contoh tersebut semakin menguatkan akan pepatah tersebut.
Coba kita berpikir sedikit nakal, bagaimana kalau pohon tersebut tumbuh disamping sungai sehingga ketika buahnya jatuh akan jauh dari pohonnya karena ikut hanyut terbawa arus sungai.
Jika kita mengartikannya berarti seorang anak sifatnya bisa jadi berbeda dengan orang tuanya. Lantas apa penyebabnya? Kalau dalam pepatah buahnya terbawa arus sungai sedangkan dalam realita anaknya terbawa arus pergaulan.
Di era sekarang, anak dibandingkan orang tua mengalami masa kehidupan yang berbeda. Orang tua dulu tidak mengenal adanya handphone, apalagi meminta uang untuk beli kuota (handphone aja kagak tahu apalagi kuota. hehe). pada masa sekarang anak usia 5 tahun saja sudah mengenal adanya handphone dan mereka cenderung tertarik dengan handphone.
Semakin dewasa tentu seorang anak sekarang cenderung tidak mau diintervensi masalah kehidupannya sehingga anak-anak menjalani kehidupannya secara bebas, berbeda dengan zaman dahulu. Karena kebebasan tersebut, seorang anak bisa saja salah bergaul yang mengakibatkan seorang anak mempunyai sifat yang berbeda dengan orang tuanya.
Sebagai contoh anak seorang ulama bisa saja tidak menjadi ulama seperti ayahnya karena salah pergaulan dan berbagai faktor lainnya. Contoh lain, putra nabi Nuh, Kan'an tidak patuh kepada ayahnya, padahal ayahnya seorang nabi dan ia putra seorang nabi.
Baiklah, tidak adil rasanya jika dibahas dari sisi negatifnya. Kita coba analisis juga dari sisi positifnya. Bukankah bagus jika anak seorang pencuri tidak mengikuti ayahnya?
Malah menjadi masalah jika pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya tidak direvisi, maka ujung-ujungnya anak tersebut akan menjadi pencuri seperti ayahnya. Maka revisi pepatah tersebut ada pentingnya juga.
Lantas apa alasannya? Gampang, apakah seorang ayah yang menjadi pencuri mempunyai cita-cita agar anaknya menjadi pencuri juga? Impossible, itu bisa terjadi hanya di film-film karena sehancur-hancurnya seorang ayah tidak mungkin menginginkan anaknya mengikuti jejaknya yang telah hancur.