Lihat ke Halaman Asli

Uma F. Utami

Wirausaha

Cerpen Remaja: Gadis Platina

Diperbarui: 15 Desember 2022   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semua orang mempunyai impian, tidak terkecuali seorang gadis yang sedang duduk di sana. Ia melihat ke atas seperti menatap langit yang luas, tetapi terlihat kosong. Tidak dapat diraba apakah ia sedang sedih, kesal, marah atau senang. Wajahnya begitu datar dan tidak menandakan ekspresi yang bisa ditebak. Hanya kosong, kosong, dan kosong yang dapat terlihat jelas oleh mata. Kosong.

Hari sudah senja, sebentar lagi gelap akan merambat dan menutupi semua yang bisa terlihat di sini. Rerumputan, bangku tua, kolam ikan akan dimakan gelap. Tersisalah beberapa titik-titik cahaya lampu di sini, di sana, di ujung sana, di pojokan sana, di bawah pohon itu, dan di dekat kolam ikan itu. Sedangkan hal yang lainnya dimakan oleh gelap.

Gadis itu tetap berada di sana, ia tidak takut dimakan gelap pastilah ia gadis yang pemberani. Titik lampu di sana setia menemaninya duduk di bangku itu sendirian. Ia tidak pulang bahkan setelah langit sudah gelap. Apalah yang ia pikirkan di sana benar-benar membuatku begitu penasaran.

Orang-orang sudah mulai lalu-lalang untuk pulang ke rumah masing-masing. Ia tidak juga beranjak pergi, ia setia menemani lampu kuning yang menyala redup itu. Ia sungguh setia dengan gelap, mungkin gelap sudah menjadi temannya. Mungkin.

***

Aku pulang dan mulai melupakan kejadian sore itu yang terjadi di taman kota. Kembali ke kehidupanku sendiri, menata hati untuk kembali manapaki jalan hidupku yang berbatu ini. Hidupku memang tidak pernah mudah sejak aku dilahirkan, tidak pernah. Pernah aku menjerit iri karena hidup orang lain terlihat lebih mudah dijalani dibandingkan hidupku. Banyak orang yang terlihat ringan menjalani hidupnya, bisa tersenyum tanpa beban, padahal aku yakin masalah yang dihadapinya pasti tidaklah semua ringan.

Pagi harinya aku harus ke dokter untuk cek kesehatan, apakah aku masih mungkin bisa diterima. Semua ini demi keperluan masuk ke jurusan yang kuinginkan di sebuah Universitas terkenal di kota. Detik jam di dinding ruang tunggu begitu keras terdengar di dalam kepalaku, klik klik begitu lama aku menunggu antrian pagi ini. Ternyata tidak hanya memancing yang membutuhkan kesabaran, menunggu dokter pun butuh kesabaran yang sangat tinggi.

"Tiga orang lagi", kataku dengan suara yang sangat lirih bahkan hanya berdesis.

Datanglah seorang wanita yang langsung duduk di sampingku menunggu antrian juga, tetapi aku tidak begitu peduli dengannya. Salah satu yang bisa menghibur dari kejenuhan ini hanyalah game yang ada di handphone ini.

"Mas sudah lama nunggu ya?" wanita di sebelahku bertanya kepadaku.

"Iya nih" aku menoleh dan melemparinya senyum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline