Lihat ke Halaman Asli

Rajam Saja Penzinah Itu!

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Begitu hebatnya ilusi, ilusi itu sendiri menjadi kenyataan, kita ini terbentuk oleh sebuah ilusi yang berjudul "AKU" yang kemudian berkorelasi dengan milikku, punyaku, diriku, identitasku, profesiku, dan seabrek "ku-ku" lainnya.

Tenang, saya tidak sedang membahas benar dan salahnya pola pikir ilusi "AKU", namun yang sedang cukup mengganggu dalam pikiran adalah labelling bila tak mau disebut stigma, yang diciptakan oleh masyarakat yang kemudian mengarah pada stereotyping dan generalisasi.

Kebanyakan kita melihat diri kita dari kacamata orang lain yang memandang kita, kita merasa tidak cukup puas melihat diri kita bila kita tidak cukup sama dengan orang lain yang kita pandang, disinilah pokok ilusi "AKU" yang saya maksudkan.

Kita terpana melihat iklan sebuah kebahagiaan, tabungan yang cukup, rumah di perumahan ternama, dua anak, kalau bisa sepasang, senyum lambaian tangan istri menghantarkan suami berangkat kerja menggunakan dasi dan setelan jas misalnya, merek mobil yang menunjukkan status.

"Itu lho bahagia!" jelas proses pikir ilusi "AKU" pada kita.

Identitas ilusi "AKU" , membuat orang yang naik mobil anu, kalah derajat dengan orang yang naik mobil merek inu.

Identitas ilusi "AKU", kalau tidak menenteng Tablet PC di mall, aku ini tidak lengkap sebagai aku.

Pola-pola identitas ilusi "AKU" cenderung mengkaitkan identitas diri kita pada apa yang kita miliki, jadi kita seringkali merasa tidak lengkap sebelum memiliki ini, itu dan hal-hal yang sebenarnya tidak kita butuhkan, thus identitas ilusi "AKU" adalah cikal bakal konsumerisme yang menggerogoti sebagian bessssaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrr dari spesies kita.

Identitas ilusi "Aku" juga cikal bakal penggembokan identitas diri kita yang sebenarnya, adalah baik adanya norma dan aturan yang ada dalam lingkup sosial bermasyarakat dan bernegara, identitas ilusi "AKU" berkata pada kita, tentang baik dan buruk, benar dan salah, membentuk pola pikir kita sedari usia dini, positifkah ini, jelas positif, benturan dan chaos dapat diminimalkan.

Sisi negatifnya - bila aku tidak sama dengan orang itu, maka aku ini bukan orang, aku ini tidak atau belum lengkap sebagai orang, apa itu namanya kalau bukan stereotyping?

Aku yang sebenarnya, tenggelam oleh "AKU" identitas ilusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline