Lihat ke Halaman Asli

Otak, Hati Nurani, dan Tuhan

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya bisa gila kalau saya menahan diri saya untuk tidak segera menulis, pasalnya raja dangdut itu sedang menjebak dirinya sendiri,

".....selama faktuil dan nyata tidak SARA namanya, faktuil Jokowi adalah Orang Jawa, agamanya Muslim, Ahok Orang Cina, agamanya Kristen,..." ,

dan bla-bla lainnya, inilah masalahnya, faktuil, Orang Jawa, Orang Cina yang dibicarakan itu asal negaranya Jawakah, Cinakah? negaranya Jokowi Jawa? ada ya Negara Jawa di Indonesia ini, ada ya Negara Cina di bumi pertiwi Indonesia ini?

Selama otak kita, faktuil kek, kontekstuil kek, tuil-tuil kek, mengijinkan diri kita terkotak-kotak dan dikotak-kotakkan, selamanya SARA itu tetap ada, disini, di Indonesia maupun di dunia, Tuhan itu UNIVERSAL, MAHA dari segala MAHA, Tuhan (yang berarti Tuhan, bukan Tuhan yang sudah dikotakkan atau terkonsep dalam suatu kotak) terlalu besar untuk menjadi milik umat ini dan atau umat itu.

Membawa agama dan Tuhan dalam kancah politik demi kepentingan kekuasaan, SARA bukan SARA, raja dangdut atau bukan, bukan masalah, tapi faktuil, mencampur adukkan keilahian dan politik telah mengecilkan arti Tuhan sendiri.

Faktuil, kita adalah negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, dasar negara kita Pancasila, berlandaskan semboyan Bhineka Tunggal Ika (bagi yang lupa, Bhineka Tunggal Ika itu berarti meski berbeda-beda namun tetap satu), kita bukan Negara Islam, dengan demikian mencampur-adukkan keduanya demi kepentingan politik dan kekuasaan itu namanya apa?

Kita sudah dikaruniai otak untuk berpikir, lalu kita diberi hati nurani sebagai mahluk ciptaanNya yang berderajat paling tinggi dibanding mahluk lainnya, hati nurani kita ini adalah mesin pengukur yang sebagaimana layaknya mesin pengukur, hendaknya terus terkalibrasi, berkala.

Ada memang pilihan untuk tidak mengkalibrasi mesin pengukur ini - sengaja maupun tidak sengaja, berasakan kesempatan - aji mumpung dan aji-ajian lainnya, alasannya banyak, tapi intinya jelas, demi keuntungan pemilik mesin itu sendiri, kalau sudah memang demikian keadaannya, janganlah hendaknya bicara Tuhan, jangan sumpah-sumpah bawa nama Tuhan juga, tapi kalau mau tetap bicara, bicaralah, kembali lagi, kita sudah dikaruniai otak untuk berpikir, menganalisa dan menghubungkan titik A dan B, C dan D, biarlah otak yang belum tumpul bekerja.

Sebagaimana semua persoalan yang sedang melanda negeri ini, terlalu banyak analisa, cing-cong sana, cing cong sini, diskusi sana, diskusi sini, muter sana, muter sini, musyawaroh, bagi-bagi kue, tutup sana, tutup sini, cicak, kadal, buaya, kambing, monyet, sapi, anjing.

Kalau saja Otak, Hati Nurani & Tuhan bersinergi baik, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, biarlah otak yang belum tumpul ini bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline