Lihat ke Halaman Asli

Izzatul Ulya

tertarik dengan baking roti dan gambar

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk Indonesia yang Beragam

Diperbarui: 18 November 2018   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wilayah Indonesia terdiri dari 17.504 pulau. Untuk itu, persatuan dan kesatuan menjadi salah satu cerminan masyarakat Indonesia yang memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yaitu berbeda-beda tetapi satu. Semboyan tersebut berarti bahwa masyarakat Indonesia harus siap untuk mengakui dan menerima keragaman suku, bahasa, agama, dan lain-lain. Atas keberagaman yang dimiliki Indonesia inilah yang harus disikapi dengan bijak agar tidak timbul konflik satu sama lain. Dalam hal ini, maka setiap masyarakat Indonesia harus mampu menjaga keberagaman tersebut sesuai dengan semangat semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 

Seperti yang kita ketahui, salah satu keragaman yang dimiliki Indonesia adalah adanya enam agama yang diakui, di antaranya: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Adanya ragam agama tersebut sering kali dijadikan kambing hitam dalam kehidupan masyarakat, sehingga menimbulkan istilah konflik agama. Hal ini disebabkan karena rasa fanatisme sehingga menimbulkan pandangan berbeda terhadap kelompok lain yang berakhir perpecahan. Padahal, agama secara normatif menurut para pakar agama yang terdapat dalam Ensiklopedia Islam, menyatakan bahwa agama merupakan way of life bagi umat manusia agar hidup teratur, saling menghargai, dan menciptakan keharmonisan serta keseimbangan.

Kasus konflik keagamaan saat ini bahkan semakin banyak terjadi, baik yang berindikasi keagamaan maupun kepercayaan. Beberapa konflik pertikaian antaragama terbesar, di antaranya terjadi di Ambon antara Islam dengan Kristen, Poso antara Islam dengan Kristen, dan Tanjung Balai yang berupa pembakaran belasan rumah ibadah dan lembaga sosial. Selain itu, setidaknya pada tahun 2008 terdapat 12 kasus berindikasi kepercayaan di seputar keberadaan rumah ibadah. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat mengenai kerukunan antarumat beragama masih sangat minim. Maka dari itu, perlu pemahaman mengenai kerukunan beragama yang berasal dari cita-cita Bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Agama dalam falsafah negara Indonesia telah dipaparkan secara jelas dalam Pancasila pada sila pertama yakni 'Ketuhanan Yang Maha Esa' yang mana dalam hal ini Indonesia berdasarkan atas asas Ketuhanan Yang Esa atau monotheisme. Sejarah Pancasila sila ke-1 tidak terlepas dari pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidato tersebut Ir. Soekarno mengatakan, "Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-tuhan, Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya menyembah Tuhan dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme agama." Dan hendaknya negara Indonesia suatu Negara yang ber-Tuhan." (MK, 2010: 89)

Penggalan pidato Ir. Soekarno di atas memiliki makna secara sosiologis bahwa Indonesia menganut prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap individu berhak mempercayai adanya satu Tuhan sesuai dengan kepercayaan masing-masing, misalnya: bagi yang beragama Islam berhak mempercayai Allah SWT berdasarkan petunjuk Nabi Muhammad SAW, bagi yang Kristen berhak menyembah Tuhan berdasarkan petunjuk Isa al-Masih, sedangkan bagi yang Budha menjalankan ibadah sesuai dengan kitab yang dianutnya. Dari sekian banyaknya kepercayaan itulah yang sering menimbulkan perbedaan pandangan dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu, dalam menjalankan keberagaman di Indonesia perlu menghilangkan egoisme agama dengan cara menghilangkan fanatisme terhadap golongan-golongan tertentu.

Pidato Ir. Soekarno kemudian diperkuat oleh pidato Moh. Hatta yang disampaikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Moh. Hatta menyampaikan bahwa Pancasila mengandung dua lapis fundamen falsafah yaitu fundamen moral atau etik agama yang terdapat dalam sila ke-1 dan fundamen politik yang terdapat pada sila ke-2 hingga sila ke-5. Menurut Moh. Hatta, bahwa sila ke-1 bukan hanya untuk saling menghargai, melainkan juga sebagai pegangan bagi sila-sila yang lain. Maksudnya, bahwa sila ke-1 juga dapat dijadikan sebagai pegangan dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan.

Mengenai jaminan dalam beragama juga telah dijelaskan dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang berbunyi:

  • Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
  • Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Bunyi Pasal 29 ayat (1) dan (2) sejalan dengan penyataan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta yang kemudian dituangkan ke dalam Pancasila sila ke-1. Selain Indonesia mengakui adanya satu Tuhan, dalam konstitusi Indonesia juga telah disebutkan mengenai jaminan bagi pemeluk agama. Jaminan tersebut dapat berupa perlindungan, pemberian sarana dan prasarana peribadatan, dan lain-lain. Hal tersebut bertujuan agar terwujudnya kerukunan antarumat beragama sehingga terjadinya keharmonisan dalam kehidupan masyarakat saat ini maupun yang akan datang.

Oleh karena itu, Pancasila sebagai filsafat juga berarti bahwa pancasila mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Satu dari lima sila dalam Pancasila terdapat prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa yang juga telah menjadi dasar negara. Hal tersebut tentu saja bukan hanya sekadar pandangan, melainkan Pancasila sila ke-1 hingga ke-5 juga merupakan bentuk cita-cita Indonesia yang perlu diwujudkan. Begitupun dengan kerukunan beragama yang dapat diwujudkan dengan memegang teguh prinsip Pancasila.

pernah diikutsertakan dalam Lomba Esai Nasional Indonesia dan Pancasila yang diselenggarakan oleh Youth For Future




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline