Lihat ke Halaman Asli

Azima (Bagian 1)

Diperbarui: 24 April 2018   14:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Assalamualaikum..

Hai guys, ini pertama kalinya saya menulis cerpen yang saya posting dalam akun Kompasiana.

Dan entah kenapa hati saya tergugah untuk menulis sebuah cerpen bergenre romance. 

Pada episode pertama ini, saya berharap cerpen AZIMA ini layak dibaca dan dapat memberikan manfaat kepada para pembaca yang budiman.

Kemarau datang melukaiku, seperti halnya dia yang telah pergi. Itulah mengapa aku mengatakan seakan dunia telah membenciku. Dia yang aku pikir penolongku, ternyata telah meninggalkanku.

Aku merasa pupus dengan semua harapan yang pernah kumiliki. Dunia sekan menjauhiku kala itu. Itu. Suatu kenyataan pahit yang harus aku tanggung seumur hidupku. Bertubi-tubi ujian-ujian itu seperti menamparku.

Aku kehilangan semuanya. Ini menyakitiku. Batinku terluka, dan aku tidak bisa menjawab segala pertanyaan yang ada dalam pikiranku. Segala tanda tanya yang tidak akan pernah ada jawabannya. Mungkin seringkali Tuhan sudah memberitahuku, tapi aku manusia biasa. Aku hanya bisa menerka. Sekarang aku bisa apa?

-FLASH BACK-

Ramadhan sudah akan berakhir, puasaku pun sangat membanggakan. Tidak ada yang bolong. Itu artinya tidak ada yang perlu aku ganti. Aku mengatakan ramadhanku ini sangat berkah. Pasalnya, aku telah merancang sesuatu. Tidak hanya baju baru, sandal baru atau apapun yang diadatkan dalam lebaran yang apa-apa serba baru. Karena nyatanya, aku juga memiliki pacar baru.

Tuhan mendatangkannya padaku. Sebelumnya, aku dipertemukannya lewat oganisasi yang ada dalam sekolahku. Aku tidak pernah membayangkan, bahwa dialah orang yang aku nanti selama ini. Dia bernama Mahesa. Dia laki-laki biasa, tapi karena kepintarannya dia mampu membuat saya tertegun setiap harinya. Bahwa selain dia pintar, aktif, dia juga pandai bercakap. Mungkin karena itu saya mudah terbujuk rayuannya. Tapi apa daya jika hati saya sudah memilihnya.

Dia tidak tampan, dia juga tidak berasal dari keturunan darah biru atau ruang lingkup pesantren. Dia tidak tinggi, dia juga tidak kaya. Tentunya dia bukanlah pangeran yang ada dalam khayalanku. Namun, dia telah membuatku tertarik dengan kesederhanaanya. Kelembutannya saat bercakap denganku, itu yang saya harapkan dari seorang laki-laki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline