Lihat ke Halaman Asli

Menilik Diplomasi Persuasif ala Nabi Sulaiman As kepada Ratu Saba

Diperbarui: 25 September 2022   07:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pexels.com/Mohammad Ramezani

Diplomasi persuasive disebut-sebut sebagai diplomasi yang erat kaitannya dengan diplomasi yang mengedepankan negosiasi dan sifat-sifat yang preventif atau pencegahan konflik-konflik yang lebih parah atau peperangan.

Di masa Rasulullah, gaya diplomasi ini tertuang dalam berbagai kisah seperti perjanjian, duta perwakilan yang dikirm ke negara tetangga, atau dapat melalui surat menyurat.

Berangkat dari kisah nabi Sulaiman a.s dengan nama asli Sulaiman bin Daud bin Aisya bin Awid dari keturunan Yhuza bin Ya'qub. Beliau adalah putra Nabi Daud a.s yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim a.s yang ke-13.

Setelah Nabi Daud wafat, beliau menggantikan tahta sang ayah dan juga sebagai Nabi untuk menyiarkan risalah kenabiannya kepada umat. Beliau merupakan sosok yang sangat kuat dengan banyak kisah menakjubkan tentang beliau disamping posisi beliau sebagai raja. 

Beliau memeiliki banyak keistimewaan seperti ditundukkannya angin sebagai kendaraan dan lain sebagainya namun diantara itu semua yang paling terkenal adalah kemampuan beliau dalam berkomunikasi dengan binatang dan bangsa jin.

Alkisah, bahwa Nabi Sulaiman mendengar mengenai Negeri Saba' yang dipimpin oleh seorang Ratu yang adil dan Makmur namun sayangnya mereka menyekutukan Allah dengan menyembah matahari. Beliau tidak serta merta mengerahkan pasukannya untuk menundukkan negeri tersebut padahal beliau memiliki kekuatan besar untk itu. 

Namun, Nabi Sulaiman lebih memilih untuk melakukan diplomasi dengan mengirimkan surat ajakan atau undangan untuk berkunjung ke istananya. Diplomasi ini tergolong sangat persuasive disbanding melakukan invansi dan memicu peperangan yang bersifat hard power atau koersif. Kisah ini tercantum dalam QS. An-Naml: 22-23.

Sikap beliau dalam mengajak Ratu Saba' dan para pembesar-pembesarnya merupakan contoh dari sekian banyak praktik diplomasi persuasive yang patut untuk dijadikan teladan. Meskipun begitu, beberapa kondisi memang tidak dapat dipungkiri untuk melakukan diplomasi koersif. (*)

Dikutip dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline