Lihat ke Halaman Asli

Ulviana Bjb

Mahasiswa UIN KHAS Jember

Penerapan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Jual-Beli Online di Masa Pandemi Covid-19

Diperbarui: 16 Oktober 2021   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada saat ini, setiap individu harus siap menghadapi perkembangan teknologi dan kebudayaan dimana setiap kebutuhan harus sepadan dengan perkembangan teknologi. 

Seiring berkembangnya teknologi menjadi peluang usaha bagi bagi sebagian perusahaan e-commerce untuk menyajikan perdagangan dalam bentuk pemasaran online. 

E-commerce merupakan proses membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan komputer sebagai perantara transaksi bisnis. 

Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19 bukan Cuma di Negara kita melainkan seluruh dunia mengalaminya akibat dari wabah ini hampir semua orang kehilangan pekerjaannya. 

Pemerintah pun berupaya melakukan berbagai cara untuk mencehgah Virus ini dengan menerapkan Social Distancing, Work From Home, bahkan kegiatan belajar mengajar juga dilakukan secara online dari Pendidikan sekolah dasar sampai Tingkat mahasiswa.

Di masa pandemi ini pastilah menyulitkan masyarakat dalam bertransaksi dan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga cara bertransaksi masyarakat juga berubah dari secara langsung menjadi melalui sosial media atau online. Dengan adanya e-commerce juga membawa pengaruh dalam dunia bisnis, antara lain yaitu:

  • Memberi kemudahan dalam promosi produk.
  •  Menciptakan jaringan baru yang bisa menjangkau seluruh dunia.
  • Menghemat waktu.
  • Layanan yang cepat karena sistem online.
  • Menghemat biaya
  • Menghadirkan pasar di dunia maya sebagai anggota dari pasar tradisional.

Kegiatan Jual-Beli atau E-commerce ini telah diatur dalam Undang Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 selanjutnya disebut dengan UU ITE dengan tujuan untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut dan berdasarkan pada asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. 

Pesatnya transaksi online di masa pandemi ini ternyata memunculkan sebuah gagasan yang berperan sebagai penyedia jasa yaitu marketplace.

Marketplace ini merupakan perantara antara penjual dan pembeli di dunia maya yang menjadi pihak ketiga dalam transaksi online yang menjembatani dengan menyediakan tempat berjualan dan fasilitas pembayaran. 

Akan tetapi, kehadiran marketplace ini tidak selalu berjalan lancar karena masih terdapat masalah mengenai kerugian yang diderita oleh konsumen dimana hal tersebut telah melanggar hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi, jaminan barang atau jasa dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Dalam masalah ini pastilah dipertanyakan bagaimana pertanggungjawabannya?. Jadi, konsumen disini dapat mengkonfirmasikan terlebih dahulu kepada pihak yang terkait, jika pihak tersebut tidak mengindahkan laporan yang disampaikan maka konsumen bisa membawanya kejalur hukum dengan tuntutan meminta pertanggungjawaban kepada pedagang karena pedagang tersebut telah melanggar Pasal 28 ayat (1) UU ITE “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik” dan melanggar Pasal 7 UUPK pada huruf (a), (b), dan (g). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline