Lihat ke Halaman Asli

Ulvia Nur Fianti

Freelancer and Student

Noda Sejarah Keemasan Islam: Kharun Ar Rasyid Vs 1001 Malam

Diperbarui: 12 Oktober 2017   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekarang usia anda mendekati kepala dua? atau sudah lebih dari kepala dua? Apapun jawabannya jika kalian hidup pada masa-masa itu, Pasti tidak asing lagi dengan cerita yang sangat mahsyur di zamannya yakni seputar pujangga yang sangat cerdik yang pandai mengelabui Rajanya. siapa lagi kalo bukan Abu Nuwas (Abu Nawas) dan 1001 malammnya yang mahsyur di seluruh negeri dan belahan bumi Islam. Karya kesusastraan tersebut dikonsumsi oleh banyak usia tak kenal ruang dan masa. 

Dimana dalam cerita tersebut diceritakan kedekatan seorang pujangga yang cerdik dengan Rajanya yakni Kharun Ar-Rasyid, salah satu khalifah ke-5 dari Daulah Bani Abbasiyah yang digambarkan dengan sebegitu buruknya, suka meminum-minuman keras, bermain dengan wanita, mendengarkan musik, menari bersama wanita setengah telanjang, berdansa, serta perbuatan lain semisalnya, sehingga khalifah pun dituduh tanpa dalih bahwa telah melakukan itu semua karena dalam cerita tersebut digambarkan kedekatannya dengan Abu Nawas yang juga melakukan hal sedemikian rupa.

Sehingga setiap kali kita mendengar Raja Kharun Ar-Rasyid dan kisah 1001 malamnya pasti yang terpetik dan tergambar di benak kita adalah sosok raja tanpa wibawa yang suka berbuat dosa dengan senandung musik , tarian perut ala timur tengah , dan selir-selirnya yang yang akrab dengan minum-minuman khamr (minuman keras). Jarang sekali umat Islam yang mengetahui siapa sebenarnya Khalifah Kharun Al Rasyid  kecuali dari cerita yang beredar dalam Cerita 1001 malam Abu Nawas.

Cerita 1001 malam adalah sebuah dongeng yang bersifat cerita fiksi. Yang digembor-gemborkan oleh publik sehingga digeneralisir menjadi fakta sejarah. Karena buku tersebut mencampuradukkan antara fiksi dan sejarah.  Sehingga para pembaca yang kurang melek terhadap sejarah, terkait peradaban Islam utamanya, pasti menyimpulkan sesuai konten yang mereka baca pada buku tersebut.

Usut punya usut, sebenarnya cerita ini bersumber dari sebuah buku dongeng "AlfuLailatin wa Lailah" yang bermakna cerita seribu satu malam. Dari lembar pertama hingga terakhir konten buku tersebut hanya berisi dongeng yang bersifat fiksi. Yang namanya "dongeng" berarti ia tidak punya asal-usul sanad yang terpercaya dan kuat terkait sisi keakuratan ceritanya. Buku ini awalnya hanya berisi dongeng yang berasal dari daratan India dan Persia, yang kemudian di terjemahkan dalam bahasa Arab pada abad ke-3 Hijriah, sampai pada masa Daulah Mamalik dan di interpretasikan kembali dalam bahasa-bahasa seluruh Dunia. termasuk, Indonesia.

 Isinya pun hanyalah khayalan belaka yang bersifat jenaka atau menghibur; misalnya, cerita tentang Aladin, Jin , dan Lampu Ajaibanya ; Ali Baba dengan perampok, begitu pula kisah raja yang digambarkan bejat dalam cerita ini, Siapa lagi kalau bukan Kharun Ar-Rasyid.

Sehingga jumhur ulama sepakat bahwa buku 1001 malam hanya buku kesusastraan belaka, buku fiksi, bukan buku sejarah. Jadi, umat islam ataupun civitas akademikayang ingin mempelajari kondisi sejarah kerajaan Islam sama sekali tidak layak membaca buku ini, Para ulama sepakat untuk men-tahdziratau memperingatkan atas buku ini dan melarang umat untuk membaca dan menjadikannya sebagai landasan sejarah keislaman.

Mengapa ? Karena buku tersebut menodai sejarah keemasan umat Islam dimasanya, melukai, dan membalikkan fakta yang ada. Bahkan, jika penulis simpulkan dari beberapa fatwa-fatwa alim Ulama' yang ada, Penokohan Kharun Ar-Rasyid dalam kisah 1001 malam merupakan penistaan terhadap sejarah umat muslim.

Bagaimana bisa Khalifah yang terhebat di masanya, Khalifah yang Sholih, Khalifah yang Cerdas, Khalifah yang Bijaksana dan Adil, Khalifah yang sangat Dermawan, Khalifah yang Zuhud (tidak mementingkan urusan duniawikarena mementingkan kepentingan ukhrawi) , Khalifah yang paling berani di masanya,  Sangat mencintai keilmuan dan alim ulama' seperti Imam Maliki, Imam Syafi'i, Abu Yusuf yang kita kenal sampai saat ini. yang mendapat gelar "Ar-Rasyid" yakni Khalifah yang mendapatkan petunjuk , Khalifah yang mengarahkan dan mensuportorang yang memproduk keilmuan. Bahkan khalifah yang menerapkan

 "Berat Buku Sama Dengan Emas" Artinya, setiap tebal atau berat kitab ( buku )  dihargai emas sebesar buku yang mereka ciptakan. Sehingga orang-orang para ilmuwan berbondong-bondong menulis, mengkaji ilmu, memproduk keilmuan, yang berguna sampai saat ini, yang namanya jarang terexpose, yang menggegam pintu gerbang keemasan dan kejayaan Islam di Dunia sehingga Islam saat itu menjadi pusat peradaban keilmuan Dunia dengan didirikannya Bait Al Hikmah Perpustakaan terbesar di dunia yang berada di Baghdad, sehingga orang barat berbondong-bondong menuntut ilmu kepada orang Islam. Khalifah seperti itu digambarkan sebegitu rendahnya dalam cerita 1001 malam. Apakah mungkin khamr berceceran, kemaksiatan merajalela di Era Keemasan Islam?

Kita kaji dulu secara kritis bagaimana sosok Khalifah Kharun Ar-Rasyid yang sebenarnya, Siapa sih Kharun Ar-Rasyid?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline