Lihat ke Halaman Asli

Ulvia Nur Fianti

Freelancer and Student

Kupas Tuntas Judi Online dan Konvensional Prespektif Fiqih Mu'amalah

Diperbarui: 16 Mei 2017   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kupas Tuntas Judi Online dan Konvensional Prespektif Fiqih Mu’amalah

            Mendengar kata judi tentunya sudah tidak lagi asing dibenak kita. kata-kata tersebut begitu familiar di benak kita hingga banyak orang yang membincangkannya bahkan menjadikannya sebuah irama musik yang menyampaikan sebuah pesan dakwah. Sebenarnya apa itu judi? Bagaimana ciri-ciri judi? Bagaimana Bentuk Judi di era dulu dan kontemporer ini? Dan Bagaimana Islam memandang judi dari sisi hukum. Di sini penulis akan memaparkan penjelasan dan mengupas tuntas apa itu judi mulai dari istilah definitatif hingga bentuk dan hukumnya dalam Islam. Jika dilihat dari sisi epistimologinya, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, judi adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan (seperti main dadu dan kartu). Sedangkan berjudi adalah mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah harta atau jumlah uang pada semula.[1]

Judi dalam bahasa arab disebut dengan maysir. ) Kata “maysir” terambil dari “yusr” yang berarti mudah atau gampang.[2] Judi dinamai maysir karena pelakunya memperoleh harta dengan mudah dan kehilangan harta dengan mudah. Kata maysir juga berarti pemotongan dan pembagian.[3]Dahulu, masyarakat Jahiliyah berjudi dengan onta untuk kemudian mereka potong dan dibagi-bagi dagingnya sesuai dengan kemenangan yang mereka raih. Dari segi hukum, maysir atau judi adalah segala macam aktifitas yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk memenangkan suatu pilihan dengan menggunakan uang atau materi sebagai taruhan.

 Jika ditinjau dari segi istilah perjudian sendiri adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwaperistiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.[4] Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian judi itu adalah setiap permainan yang mengharapkan suatu keuntungan dengan merugikan pihak lain. Pihak yang menang mendapatkan keuntungan materi sedangkan pihak yang kalah harus membayar dengan sejumlah materi. Hal ini tidak tergantung dari nasib saja baik atau sial saja melainkan juga dari keahlian bermain dari si pemain tersebut.  Dengan begitu, bermain judi secara resmi atau secara hukum dianggap sebagai tindak pidana dan dianggap sebagai kejahatan. Dan jika ada individu yang bekerja yang dianalisis sudah dianggap bersalah karena ia melakukan perjudian yang dianggap sebagai kejahatan, maka hak melakukan pekerjaan tadi bisa dicabut. Selanjutnya, masyarakat umum menganggap tindak judi itu sebagai tingkah laku yang disebabkan oleh akses-akses yang buruk dan merugikan. Khususnya merugikan diri sendiri dan keluarganya karena segenap harta kekayaan, bahkan kadang kala juga anak dan istri habis dipertaruhkan di meja judi. Juga oleh nafsu dengan berjudi, maka orang berani menipu, mencuri, korupsi, merampok dan membunuh orang lain untuk mendapatkan uang guna bermain judi. Di era modernisasi ini, seiring dengan perkembangan teknologi maka tidak hanya membawa impact atau dampak postif melainkan juga menimbulkan dampak negativ, Di antaranya adalah cybercrimeatau judi online ini, banyak oknum yang tidak bertanggung jawab menyalahgunakan akses informasi sebagai sarana perjudian online di dalam dunia maya, perjudian tergolong komunitas komersial. Dalam dunia maya, perjudian tergolong komunitas komersial terbesar. Pada umumnya metode perjudian yang digunakan cenderung klasik, yakni dengan mempertaruhkan atau sekedar mencoba peruntungan dengan jalan mengikuti instruksi model perjudian yang telah ditentukan. Ada banyak situs-situs di internet yang menyediakan fasilitas perjudian dari model klasik yang hanya memainkan fungsi tombol keyboard sampai yang sangat canggih yang menggunakan pemikiran matang dan perhitungan-perhitungan dan juga adu keberuntungan. Modus ini menjanjikan banyak keuntungan bagi pemiliknya. Tidak diperlukan lagi perizinan perizinan khusus untuk membuat sebuah usaha perjudian via internet.

Cukup dengan bermodalkan sebuah web dengan fasilitas perjudian menarik, setiap orang dapat memiliki rumah perjudian di internet.[5]

Judi online sendiri masuk ke dalam kejahatan atau tindak pidana cybercrime, cybercrime itusendiri adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital. Kejahatan dunia maya merupakan istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau menggunakan mediasi jaringan komputer sebagaialat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Judi online sendiri masuk dalam kategori kegiatan kejahatan tradisional dimana komputer atau jaringan komputer digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi dan judi online merupakan dampak negativ adanya budaya barat yang tak terfilter dan mirisnya judi online sekarang sudah merambah di kalangan pelajar bahkan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.

Jika ditinjau dari prespektif fiqih mu’amalah atau dari segi hukum mu’amalah nya tentu dengan sangat jelas maisir atau untung-untungan adalah sesuatu yang haram. Sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah S.W.T di dalam Q.S Al-Ma’idah ayat 90 yang artinya ““Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran arak dan berjudi itu, menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat maka berhentilah kamu.’’ Dan dijelaskan pula dalam Q.S Al-Baqarah Ayat 219 yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.[6]

Dalam suatu hadis shohih yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim Nabi juga mengatakan “Barangsiapa yang menyatakan kepada saudaranya, ‘Mari, aku bertaruh denganmu.’ maka hendaklah dia bersedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).[7]

Pada intinya jika ditinjau dari sisi manapun hukum judi adalah haram dan tidak boleh atau di larang keras bagi negara maupun agama Islam. Karena menimbulkan mudhorot atau bahaya yakni kerugian baik kepada individu pelaku penjudi atau lawan penjudi. Meskipun kita mendapatkan secuil keberuntungan dari adanya permainan judi ini, akan tetapi keberuntungan itupun merupakan harta yang haram dan tidak akan selamanya keberuntungan itu berada di pihak kita. Bisa jadi jika suatu saat nanti kita kalah telak, kita akan menjadi orang yang miskin harta dan dikucilkan dari masyarakat karena jika ketahuan oleh pihak yang berwajib tentu orang yang melakukan judi pasti akan ditangkap dan dikenakan sanksi normatif berupa di penjara atau sejenisnya. Dan dengan sendirinya, masyarakat tidak akan mau mendekati kita karena mereka menjustice kita sebagai seseorang yang buruk atau tidak memiliki norma karena menyimpang dari aturan hukum. Oleh karena itu, kita wajib bekerja dengan giat dan tidak hanya berpangkutangan menghabiskan uang untuk mengharapkan keberuntungan atau keajaiban Tuhan. Melainkan harus selaras dan seimbang yakni bekerja sembari berdoa, Karena karena berusaha tanpa berdo’a itu sombong, dan berdo’a tanpa berusaha itu sama saja bohong.

[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 479.

[2]  Mahmud Yunus, Kamus Arab - Indonesia , (Jakarta: PT.Hida Karya Agung, 1972), 509.

[3] M.Quraish Shihab, Tafsir Al - Mishbah (Pesan , Kesan dan Keserasian Al-Qur ’an) Vol.III , (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 192.

[4]  Kartini kartono, Patologi Sosial Jilid I , (Jakarta: Rajawali Pers, 1981), 52.

[5] Merry Magdalena dan Maswigrantoro Roes Setyadi. Cyberlaw Tidak Perlu Takut.

(Yogyakarta:Andi, 2007). 43.

[6]  Kementrian Agama RI, Al - Qur’an dan Tafsirnya jilid II (juz 1 - 3) , (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 320

[7] Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Hadits no.5826, (i-software-kitab sembilan imam).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline