Lihat ke Halaman Asli

Prinsip Pengambilan Keputusan

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Banyak yang menyesali nasib hidupnya, setiap hari hidup dirundung kecemasan, bayang-bayang masa depan yang suram, dan tak tahu arah kehidupan. Sering kita dengar gumaman orang-orang, "Hidup koq di bawah terus ya? Kapan bisa naiknya ya?"

Banyak yang sadar nasibnya tidak beruntung tapi lebih banyak lagi yang tidak tahu bahwa nasibnya justru besar dipengaruhi oleh pengambilan keputusannya. Mereka tidak sadar bahwa apa yang menimpa kita adalah akumulasi dari hasil pengambilan keputusan.

Jika keputusannya tepat, maka tindakan yang dipilihnya pun tepat. Sayangnya, banyak yang mengambil tindakan di awal, lalu memutuskan kemudian. Saking sudah menjadi kebiasaan, proses pengambilan keputusannya tidak lagi dirasakan, tidak sadar bahwa setiap hari kita selalu melakukan pengambilan keputusan. Sehingga kita kini mengenal istilah "Menyesal selalu datang di akhir." Padahal, bila kita telah ambil keputusan di awal sebelum mengambil tindakan, sebenarnya menyesal itu tidak perlu ada.

Pada kasus lain, dalam beberapa episode hidup, kita justru menjalani hidup ini berdasarkan keputusan orang lain. Karena kita tidak menjalaninya atas dasar keputusan sendiri, efeknya adalah kita jadi salahkan banyak orang, produktivitas turun, dan hidup tak tentu arah.

Kita harus mampu mengambil keputusan, setidaknya untuk diri kita sendiri. Saya menamakannya dengan DMoL (Decision Making of Life). DMoL adalah prinsip bagaimana kita mengambil keputusan dalam hidup.

Ada 3 (tiga) prinsip yang ditawarkan agar kita mampu mengambil keputusan dengan landasan yang kuat dan tidak menyesal pada akhirnya. Ketiganya termuat dalam 3 kata; Take, Clear, Value.

Pertama, Take. Ambil alih diri ini 100%. Stop salahkan orang lain! Seberapa sering kita masih menyimpan sekian persen hidup kita pada orang lain?

Kita ambil contoh, sering kita memendam rasa menyalahkan orang tua yang telah meminta kita memilih jurusan perkuliahan tertentu, atau menyalahkan orang lain yang telah memberi saran yang kita pandang keliru, atau membicarakan pimpinan di belakang.

Mengambil alih diri 100% berarti siap bertanggungjawab atas apapun konsekuensi dari pengambilan keputusan yang akan dan sudah dilalui. Bahkan, konsep Take juga berarti mengakui bahwa setiap kejadian di masa lalu adalah seutuhnya tanggungjawab kita sehingga kita siap menatap masa depan dengan tanggungjawab pribadi yang bulat. Utuh. Tidak ada lagi menyalahkan orang lain.

Kedua, Clear. Kita perlu kejernihan perasaan dalam pengambilan keputusan. Bila tindakan dipengaruhi oleh keputusan, ternyata keputusan kita besar dipengaruhi oleh perasaan kita. Perasaannya baik, keputusannya juga akan baik. Maka wajar bila ada istilah yang muncul, "Jangan ambil keputusan saat hati sedang galau."

Penelitian yang dilakukan oleh Miller, Christopherson, dan King (1993) terhadap para remaja yang hasil risetnya dimuat dalam The Journal of Sex ditemukan bahwa faktor utama yang mempengaruhi para remaja mengambil keputusan untuk melakukan seks pranikah adalah perasaan. Rasa cinta, rasa takut, dan rasa ingin tahu mengambil porsi utama dalam mempengaruhi remaja ketika mengambil keputusan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline