Lihat ke Halaman Asli

Ulul Amri

Mencoba belajar selalu introspeksi diri.

Karma Jerman, Kemunafikan Geopolitik dan Eksploitasi Negara Berkembang

Diperbarui: 8 Maret 2023   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompleks Industri Leunawerk, salah satu kompleks industri kimia terbesar Jerman. Attribution: Bundesarchiv, DH 2 Bild-F-01930 / CC-BY-SA 3.0  

  • Jerman adalah kekuatan pendorong utama larangan ekspor kelapa sawit dan paksaan ekspor bijih nikel Indonesia
  • Perang Ukraina-Russia 2022 membuat Jerman kehilangan sumber energi gas murah yang membolehkan industrinya menjadi kompetitif
  • Perang tersebut juga membuat Jerman kehilangan sumber impor bijih nikel terbesarnya
  • Kemunafikan Jerman membuatnya kehilangan peran kepemimpinan dan pengaruhnya diantara negara-negara Uni Eropa

Uni Eropa (EU) sedang mencoba memaksa Indonesia meng-ekspor bijih nikelnya. Padahal program bijih nikel ini bagi Indonesia adalah sangat penting untuk membuka industri nilai-tambah (value-added), yang pada akhirnya akan mendekatkan Indonesia selangkah menjadi negara maju untuk memenuhi janji UUD 1945, 

...mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Di sisi lain EU sebelumnya malah melarang Indonesia untuk meng-ekspor produk minyak kelapa sawit (palm oil) ke pasar EU, atas dasar deforestasi. Padahal EU sendiri juga sedang mengembangkan industri biofuel-nya sendiri, yang tentunya mengurangi lahan untuk hutan. Selain itu, apakah ekstraksi bijih nikel sendiri tidak berkontribusi pada deforestasi? 

Secara efektif dari kedua kasus ini, Uni Eropa (EU) adalah seorang munafik yang tengah mempraktikan neoimperialisme modern melalui eksploitasinya pada negara berkembang (Indonesia), tapi di sisi lain menggembor-gemborkan demokrasi.

Jerman memiliki insentif terbesar untuk menekan impor minyak kelapa sawit dan mendorong impor bijih nikel EU 

Tapi EU sendiri bukanlah sebuah badan politik yang monolitik, di dalamnya terdapat banyak faksi dan kubu-kubu. Jadi mungkin hanya ada beberapa aktor saja yang berdosa atas kemunafikan tersebut. Dan beruntunglah, penulis telah mengidentifikasi siapa yang memiliki  insentif paling tinggi atas dua kasus di tersebut: Jerman. 

Pada sisi biofuel dan larangan impor kelapa sawit, Jerman memiliki industri komoditas rapeseed, yang merupakan kompetitor langsung kelapa sawit. Bahkan laporan implementasi kebijakan rencana aksi iklim Jerman 2016 (Germany Climate Action Plan) mengatakan  

 "At its core it has several policy goals: protecting the climate, increasing energy efficiency and a larger share of renewable energy sources in the final energy consumption, while at the same time promoting the growth and competitiveness of the German industry." 

*Sorotan tebal dari penulis. 

yang secara implisit merupakan dorongan bagi industri produksi rapeseed Jerman untuk terus berkembang.

Pada sisi nikel, industri-industri Jerman banyak memanfaatkan nikel dalam produksi baja tahan karat (stainless steel). Nikel juga merupakan komponen penting untuk baterai lithium-ion yang diperlukan untuk menggerakkan kendaraan listrik. Sedangkan diketahui, Jerman adalah pemimpin dari pasar kendaraan listrik Eropa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline