Dua juta tahun silam, Homo atau manusia memiliki derajat yang sama dengan simpanse, gajah, dan gorila. Tidak ada perbedaan yang mencolok di antaranya. Anak simpanse, gajah, dan gorila suka bermain, pun anak manusia. Mereka merasakan ketakutan, sedih, dan gembira seperti manusia. Mereka juga bercinta, saling berperang, dan berteman. Mereka sama takutnya dengan gerombolan singa.
Manusia mengalami lonjakan evolusi yang ekstrem. Kini manusia menduduki puncak piramida, mengalahkan singa yang dulu ditakuti oleh nenek moyang manusia. Kita dengan sombong menamai diri kita Homo Sapiens, atau manusia 'bijak'.
Sekarang kita bisa dengan mudah membedakan diri kita di antara kumpulan simpanse, gajah, dan gorila. Mulai dari otak besar yang ditopang oleh kerangka tulang belakang yang dapat berjalan tegak menggunakan dua kaki, hingga komunikasi yang luar biasa luwes. Selain itu, kita dapat membedakannya dengan melihat sifat atau karakter spesies kita yang berbeda dari hewan lainnya.
Karakter berkontribusi besar membantu Sapiens menduduki puncak piramida. Bersama dengan otak yang besar, karakter membantu Sapiens dalam melampaui batasan-batasan yang tidak ditaklukan spesies Homo lain. Tidak ada hewan yang dapat membangun Jembatan Ampera. Namun dengan ilmu arsitektur dan teknik sipil yang tepat dan dieksekusi dengan kerjasama tukang-tukang Sapiens, jadilah jembatan yang terbentang di atas Sungai Musi.
Banyak bukti lain yang menunjukkan kekuatan combo akal dan karakter Sapiens. Setelah Sapiens menduduki puncak piramida, muncul masalah baru yaitu individu Sapiens yang saling tercerai-berai. Lalu muncul Sapiens dengan jiwa leadership yang merasa mempunyai tanggung jawab terhadap populasi spesiesnya dan ingin memimpinnya. Sayangnya, terdapat seribu Sapiens lain yang berpikir demikian. Mereka mulai membentuk perkumpulan dengan rekan-rekan sepemikirannya, yang pada akhirnya akan melahirkan organisasi bahkan partai. Kumpulan yang paling sukses mencuci otak Sapiens lain, ialah yang akan menguasai spesiesnya.
Lebih daripada itu, Sapiens memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif dalam memecahkan permasalahan sehari-hari. Karakter ini penting mengingat permasalahan yang terjadi pada hidup Sapiens hanyalah benang tipis dari rangkaian benang merah masalah yang akan mereka hadapi dikemudian hari. Sapiens yang kreatif akan hidup lebih lama dan lebih makmur. Mereka memperhatikan dengan jeli posisinya di kehidupan sosial untuk menentukan strategi hidupnya. Sapiens-sapiens yang konsisten dan jeli pada akhirnya akan mengalahkan sapiens-sapiens lain dalam pencapaian hidup. Mereka akan menjadi pebisnis kelas atas yang mempekerjakan sapiens lain.
Kita semua sepakat bahwa Sapiens merupakan pemikir yang mengungguli makhluk hidup lainnya. Kita juga perlu sepakat bahwa hanya Sapiens yang bisa berandai-andai dan memikirkan hal-hal yang tidak atau belum terjadi. Tidak ada makhluk hidup lain yang percaya surga dan neraka. Tidak ada makhluk hidup lain yang percaya konsekuensi hukum sebab akibat. Berangkat dari sana, hidup Sapiens menjadi lebih teratur. Sapiens mulai mengenal prinsip moral dan etika. Hal ini membatasi Sapiens agar tidak melakukan tindakan yang merusak lalu berdampak pada Sapiens lain, sehingga tercipta kedamaian semu di lingkungan masyarakatnya.
Sapiens cenderung mudah percaya satu sama lain dibandingkan makhluk hidup lainnya. Mereka saling mengandalkan di berbagai bidang. Sehingga terbentuklah peran-peran sosial yang selanjutnya akan mereka mainkan agar senantiasa hidup rukun bersama tetangganya. Setiap peran diisi oleh aktor-aktor Sapiens yang sudah ditempa sebelumnya. Ketika ada Ibu Sapiens yang melahirkan bayinya, tetangganya yang Dokter dan Bidan membantu proses persalinannya. Keluarga satu garis keturunan Sapiens akan berkumpul untuk merayakan kelahiran saudara anyarnya.
Jika dibandingkan dengan bayi makhluk hidup lainnya, bayi Sapiens termasuk yang paling prematur. Bayi kambing langsung bisa berjalan setelah tiga jam keluar dari rahim induknya. Bayi kucing yang berumur empat minggu sudah bisa mencari makanannya sendiri dan berlari-lari kecil seraya bermain dengan saudara-saudaranya. Kekalahan telak bayi Sapiens ini ternyata membuat Sapiens unggul dikemudian hari. Bayi Sapiens menghabiskan waktu tiga tahun pertamanya dengan kasih sayang maksimal dari kedua orang tuanya. Bayi Sapiens yang lemah tersebut dapat dengan mudah ditempa oleh orang tuanya. Selanjutnya, ketika dia semakin dewasa, dia akan semakin siap untuk menggantikan orang tuanya menduduki puncak piramida sebagai manusia bijak.
Sejatinya setiap makhluk hidup memiliki karakternya masing-masing. Lebah dan semut sering dijadikan bahan belajar tentang kerja keras dan semangat hidupnya. Singa jantan sangat berkharisma yang membuatnya ditakuti makhluk hidup lain. Penting bagi kita, Sapiens, mengetahui siapa diri kita sebenarnya. Sumbangsih apa yang bisa kita lakukan untuk lingkungan sekitar kita. Juga, alasan apa yang masih membuat kita berada di puncak piramida.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H