Lihat ke Halaman Asli

Ully Yushariyen

Pegiat Pemilu

Ully Yushariyen, S.Pd: Keterwakilan Perempuan dalam Penyelenggara Pemilu

Diperbarui: 11 April 2023   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Ully Yushariyen, S.Pd-Pegiat Pemilu" . dokpri

Aspek keterwakilan perempuan pada dua lembaga penting penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu RI, menjadi awal dukungan keterwakilan politik perempuan. Yakni, dengan memastikan penyelenggara bukan hanya yang memahami politik gender, melainkan hadirnya perempuan secara angka dan makna.

Kaitannya dalam demokrasi yang merepresentasikan keterwakilan politik perempuan, Joni Lovenduski dalam esainya Politik Berparas Perempuan menjelaskan argumentasi pentingnya politik yang diwakili perempuan. Pertama, argumen keadilan yang menyatakan dalam negara yang demokratis perempuan secara formal konstitusional sama dengan laki-laki.

Kedua, argumentasi pragmatik; kecenderungan partai politik yang membela perempuan akan dipilih oleh perempuan (dari hasil penelitiannya di Inggris pada 1979). Ketiga, argumentasi perbedaan yang mengatakan bahwa perempuan membawa pengaruh dan dampak politik yang lebih baik dan menguntungkan semua pihak, seperti terhubung dengan masyarakat sipil, masyarakat pinggiran, dan praktik subordinasi.

Dalam konteks tahapan Pemilu 2024 ke depan, pemilihan penyelenggara pemilu merupakan bagian dari sistem pemilu yang harus memastikan terwakili oleh perempuan sekurang-kurangnya dalam 30% kuota perempuan. Berarti jumlah yang diinginkan adalah setidaknya 3 orang perempuan di KPU dan 2 orang perempuan di Bawaslu RI. Angka ini menjadi sangat penting dalam mengakomodasi kepentingan pemilu inklusif dan jaminan kesamaan politik perempuan secara konstitusional.

Dalam pemahaman keadilan yang disampaikan Lovenduski di atas, bahwa Indonesia sudah meratifikasi hak Sipol, Ekosob, dan CEDAW sebagai implementasi aspek kesetaraan perempuan di ranah politik. Aturan perundangan telah menempatkan affirmative actions terhadap politik perempuan semata-mata untuk meyakinkan bahwa politik perempuan merupakan rekayasa positif dalam mencegah dan menjawab politik hanya dalam ranah laki-laki.

Secara filosofis, manusia yang memiliki kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakan secara tak terbatas pula. Batasan yang dimaksud adalah beragamnya kepentingan kelompok dalam suatu tujuan politik untuk meminimalisasi praktik dominasi dalam ranah kekuasaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline