Jakarta..
Hanya dua kata yang terlintas saat mendengar nama ibu kota Negara Indonesia itu, yaitu panas dan macet. Jelas tidak salah kan ya? Karena kepadatan penduduk serta rutinitas hiruk pikuk warga Jakarta selalu diperbincangkan baik di media televisi, surat kabar, maupun media sosial. Setiap pukul 06.00 – 09.00 maupun 16.00 – 18.00 WIB di setiap sudut kota selalu dihiasi dengan kemacetan lalu lintas diiringi deru klakson yang semakin meramaikan suasana. Bagaimana tidak? Karena jam tersebut merupakan jam berangkat dan pulang bagi pegawai kantor, anak sekolah, mahasiswa, supir angkot/bus way, pedagang, buruh, dan sebagainya yang intinya menjadi jam sibuk bagi lalu lintas kota. Realita budaya ini merupakan hal yang wajar bagi sebuah kota yang menjadi pusat perekonomian negara.
Selain itu di kota ini juga diramaikan dengan berbagai pusat perbelanjaan, baik itu Mall, supermarket, minimarket, dan pasar tradisional. Kota yang padat penduduk ini menyediakan beraneka macam pusat perbelanjaan berbentuk supermarket, terutama yang menjual kebutuhan dapur. Tidak perlu saya sebutkan, karena sudah pasti semua warga Jakarta mengerti supermarket apa saja yang dimaksud.
Jika supermarket diperuntukan kalangan menengah ke atas, maka pasar tradisional adalah jawaban dari pusat perbelanjaan untuk kalangan menengah ke bawah. Di kota metropolitan ini, pasar tradisional tersebar di seluruh penjuru kota mulai dari pasar kecil hingga pasar induk. Budaya jual beli di pasar tradisional ini telah ada sejak sebelum zaman nenek kita. Dikatakan tradisional karena unsur budaya jual beli masih melekat, seperti transaksi langsung antara penjual dan pembeli yang bisa menimbulkan proses tawar menawar. Di sinilah ciri khas sebuah pasar tradisional, penjual dan pembeli bisa berinteraksi secara langsung sesuai dengan bahasa dan budaya setiap daerah.
Tidak ada yang berbeda atas barang apa saja yang diperjual-belikan. Dari segi kualitas sebenarnya tidak ada perbedaan, karena di pasar tradisional pun bisa ditemukan kualitas barang yang baik. Kita bisa mendapatkan barang yang baik ketika kita bisa melihat dan memilih barang mana yang baik. Tapi sebaliknya, jika pengalaman berbelanja kita kurang bisa jadi kita ditipu oleh pedagang dan barang yang kita beli tidak sesuai atau sudah tidak layak. Hal ini juga terjadi di salah satu pasar tradisional Jakarta, saya sendiri menyaksikan kelihaian pedagang dalam mengelabuhi pembelinya yang kurang berpengalaman belanja. Salah satu contoh saya perhatikan dalam memilih sayuran, kita harus bisa melihat dan memilih sayur mana yang masih segar atau disegar-segarkan. Jangan sampai ketika membeli cabai sebagian besar yang kita dapat sudah busuk, kita harus bisa memilih cabai mana yang mau kita beli.
Tapi jangan kawatir, bukan berarti kita harus takut untuk berbelanja di pasar tradisional. Tidak semua pedagang berbuat curang, tidak semua pedagang berniat menipu karena mereka juga membutuhkan kita sebagai pembeli barang dagangan mereka. Kita sebagai pembeli harus lebih pintar dan bijak, jangan sampai menawar terlalu murah atau memilih barang semau kita. Dan satu lagi, jangan sampai kita "jijikan" (bahasa = terlalu jijik pada sesuatu) karena bukan pasar tradisional jika tidak ada aroma bumbu dapur, buah, ikan, atau apapun yang menjadi satu, terlebih jika pasar becek dan kita melewati pembuangan sampah. Jadi, kalau ada yang merasa jijikan maka lebih baik pilihlah supermarket sebagai tempat berbelanja (*hehe)..
Sebagai seorang ibu rumah tangga baru, bukan berarti saya baru dalam hal berbelanja di pasar tradisional. Sejak masih SMP saya sudah diperkenalkan oleh ibu saya berbelanja di pasar, jadi bukan hal yang luar biasa lagi kalau harus masuk ke pasar tradisional. Awalnya takut karena takut dibohongin oleh para pedagang, tapi lama-lama saya sudah terbiasa dengan realita pasar yang ada. Di sini saya akan memberikan beberapa tips berbelanja di pasar tradisional bagi teman-teman sesama ibu rumah tangga baru atau calon ibu rumah tangga:
1. Jangan menggunakan pakaian yang mencolok, lebih baik menggunakan pakaian yang simple, tidak menarik perhatian, dan sesuaikan dengan kondisi pasar yang dituju (*kalau pasarnya becek, jangan memakai rok atau celana melebihi mata kaki).
2. Jangan memakai high heels, wedges, atau alas kaki apapun yang menyulitkan berjalan, lebih baik menggunakan sandal atau sepatu tanpa hak tinggi.
3. Jangan membawa tas dan menggunakan perhiasan berlebihan, lebih baik tampil sederhana. Jangan membawa uang berlebihan, kecuali jika ingin memborong seluruh isi pasar (*hehe).
4. Saat membeli sayur, pastikan bahwa sayur yang dipilih masih baik dilihat dari warnanya yang masih segar, tidak layu, tidak berbau tidak sedap.