Lihat ke Halaman Asli

Ulil Lala

Deus Providebit - dreaming, working, praying

Dampak Sweet Karma Bikin Cinta pada Budaya

Diperbarui: 10 Februari 2021   18:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertunjukan Gamelan. Foto oleh Gunawan Kartapranata dari Wikimedia

Simbah kakung (kakek) sedang asyik berkutat dengan reparasi sepeda, Mbah Putri (nenek) sedang santai sambil menyiangi sayuran untuk dimasak nanti siang. Sedangkan cucu laki-laki berusia lima tahun berisik menirukan suara mobil sambil menjalankan mobil kecil di halaman rumah dan cucu perempuan terlena sendiri dalam aktivitas pasaran (mainan) di bawah pohon korokeling. Tak lupa radio transistor jadul yang mengalunkan gamelan ala keraton terdengar sayup-sayup menambah kedamaian suasana di rumah papan ala kampung. 

Sebuah kenangan syahdu yang selalu saya ingat tentang masa kecil saya. 

Ngomongin soal mendengarkan musik yang merupakan hobi pertama yang saya kenali dan tak terpisahkan dalam kegiatan apapun dari sebelum kenal sekolah sampai mungkin akhir hayat. 

Jenis musik yang saya sukai pada awalnya adalah lagu-lagu dalam negeri pop Indonesia. Kenal juga lagu-lagunya Obbie Mesakh, Pance, Nia Daniati tapi kurang suka dengan jenis pop lagu-lagu tersebut. 

Masih lebih suka lagu-lagu jadul miliknya Koes Plus, Tetty Kadi, Erni Johan Titik Sandora dan kawan-kawannya dengan catatan lagu jadul tersebut masih versi original belum digubah. Itu lagu-lagu angkatan orang tua saya yang tetap bisa saya nikmati.

Lain halnya dengan selera musik almarhum mbah-mbah saya yang hanya seputar gamelan Jawa klasik, yang biasa saya sebut klonengan, lalu wayang kulit, ketoprakan dan tembang-tembang Jawa era Waldjinah. 

Jujur saja sebagai anak-anak yang beranjak ke remaja saya paling tak suka musik daerah tersebut. Bukannya tak cinta daerah, tapi seni musik kan soal selera. 

Jadi kalau Mbah saya ketiduran sewaktu mendengarkan klonengan, biasanya radio saya matikan, ini saya lakukan karena mendengarkan musik gamelan terasa mengusik telinga saya. 

Pokoknya saya tidak suka dan sampai kapan pun saya tidak akan pernah suka, musik yang terlalu santai, lirik lagu yang susah dinyanyikan dan intonasi yang juga sangat sulit ditirukan.

Lain dulu, lain pula sekarang. Seiring beranjaknya waktu, tak terasa sudah puluhan tahun meninggalkan masa kanak-kanak. Menjelajah dan terdampar di tanah rantau nan jauh nian dari tanah lahir. 

Musik tetap bagian dari hidup keseharian saya ditambah dengan berada dilingkungan remaja yang selalu up to date, khazanah musik saya makin beragam, selain lagu Indonesia, lagu barat berbahasa Inggris dan lainnya, kini juga bertambah koleksi lagu asing saya yang berbahasa Korea. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline