Lihat ke Halaman Asli

Ulil Aydi

Mahasiswa

Impeachment Presiden dalam Tinjauan Hukum Islam

Diperbarui: 11 Juli 2024   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis : Nazzuma Ihsanudin Yusuf

IG : nazzuma_

Indonesia merupakan negara hukum yang dalam sistem pemerintahannya menggunakan sistem presidensial dengan muatan bahwa seorang pemimpin negara adalah suatu titik yang kuat dan tidak mudah dijatuhkan hanya dengan manuver politik. Pada dasarnya sistem controlling presiden terhadap apapun yang dapat dilakukan telah diatur di dalam undang-undang. Presiden dalam menjalankan tugasnya apabila dikenai adanya pidana yang berat, melanggar atau menghianati konstitusi ataupun persyaratan sebagai seorang presiden tidak lagi dipenuhi olehnya, maka jabatan sebagai seorang presiden tersebut dapat dilengserkan. 

Konsep trias politika yang diakumulasikan dalam banyak negara hukum di dunia memiliki tiga konsep dasar yakni adanya unsur legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam konstelasi kenegaraan. Adanya ketiga konsep ini secara substansial adalah agar terjadi check and balance  diantara pemerintahan. Lembaga legislatif yang mengawasi pemerintah dengan produk hukum yang dibuat dan juga dengan hak-hak yang dimiliki oleh lembaga legislatif dalam mengawasi pemerintah eksekutif dalam menjalankan tugasnya. 

Keseimbangan antara kebijaan dan juga kepentingan yang ada di dalam suatu negara agar dapat diadakan keseimbangan yang nyata dalam kebijakan yang dikeluarkan dan juga dengan subjek kebijakan yang ditujukan. Adanya controlling yang nyata dari lembaga legislatif terhadap lembaga eksekutif dimaksudkan pula output dari  keseimbangan yang ada adalah untuk menunjang kepuasan rakyat terhadap pemimpin negaranya.Hal ini dapat ditujukan agar pemikiran rakyat terhadap pemimpin sangat minimal terhadap adanya ketidakpuasan sehingga keinginan untuk  pemakzulan presiden yang terkesan menghianati rakyat dapat diminimalisir dan ditekan. 

Masa pasca reformasi, pemakzulan presiden tidak hanya dapat dilakukan oleh lembaga legislatif, akan tetapi dalam pemakzulan presiden  juga harus melibatkan lembaga yudikatif yang dalam hal ini direpresentasikan oleh mahkamah konstitusi. Konseptualisasi yang krusial dalam muatan undang-undang dasar 1945 yang mengatur tentang pemakzulan presiden dijelaskan pad apasa 7a dan 7b yang mana konsep pemakzulan yang dijelaskan merupakan konsep yang menggabungkan proses politik dan hukum secara konfrontatif.

Pada dasarnya proses pemakzulan presiden diawali dengan mekanisme pengawasan presiden yang dilakukan oleh lembaga legislatif yang apabila menemukan sebuah indikasi yang dapat menyebabkan pemakzulan presiden maka lembaga legislatif kemudian melaporkan hal yang ditemui ke mahkamah konstitusi untuk kelanjutan dari proses hukum formil yang berlaku terhadap pemakzulan presiden yang dimiliki oleh mahkamah konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan.


Jimly asshiddiqie dalam bukunya konstitusi dan konstitutionalisme menjelaskan bahwa pemakzulan merupakan bahasa yang berasal dari bahasa arab yang memiliki makna diturunkan dari jabatan. Sesuai dengan konsep Impeachment yang diterapkan di barat yang ditafsirkan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa Impeachment adalah tuntutan pertanggungjawaban dalam rangka pengawasan lembagaa legislatif ke presiden apabila presiden melanggar hukum.   Istilah lain yang dikenal dalam islam secara etimologis berasal  dari bahasa arab Bughot yang memiliki arti dzolim atau menindas.


Stabilitas posisi presiden sebelum undang-undang dasar mengalami amandemen, sering mengalami ketidak pastian politik katrena sebelum amandemen UUD 1945 tidak mengatur secara eksplisit tentang pemakzulan presiden.  Sebelum amandemen satu-satunya momenklatur yang mengatur tentang pemberhentian presiden adalah pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa jika presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatan nya ia diganti oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya. 

Kemudian yang dijelaskan pada angka VII alinea ketiga sebelum amandemen terhadap pasal tersebut yang menyebutkan Jika dewan menganggap bahwa presiden sungguh melanggar haluan  negara yang telah ditetapkan undang-undang dasar atau majelis permusyawaratan rakyat, majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya biasa meminta pertanggungjawaban presiden.  


Menurut al-baqillani, konsep ketatanegaraan Islam yang khalifahnya dalam proses bernegara tidak jujur, berbuat dosa, bid’ah, tidak adil, lemah fisik dan lemah mental, kehilangan kebebasan karena ditawan oleh musuh, maka khalifah tersebut memenuhi syarat untuk dimakzulkan dari kursi kepresidenan.  Dengan keadaan khalifah yang sedemikian, maka dia dianggap tidak akan mampu kembali untuk memimpin negeri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline