Hari ini di sebuah grup WA ada informasi bahwa 10 September adalah Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. Ingatan ku langsung ke Alm. Mukhtar Amin.
Beberapa hari lalu media online sempat dihebohkan kasus bunuh diri yang dilakukannya dan ternyata almarhum mempunyai blog dan aku menelusuri semua tulisan/cerita di blognya.
Aku menangis dan berkata "andai aku bisa menemukan blog ini sebelum kau bunuh diri maka aku bersedia menjadi temanmu".
Ternyata sejak 2003 WHO sudah mengamati kasus kematian yang disebabkan bunuh diri dan saat ini bunuh diri ada di urutan kesepuluh sebagai penyebab kematian.
Melalui International Association of Suicide Prevention (IASP) diadakan gagasan untuk mengajak orang-orang mencegah bunuh diri setiap tanggal 10 September.
Di Indonesia sendiri yang aku tahu pemerintah juga sudah membuat beberapa program untuk menghindari kematian dengan bunuh diri, salah satu programnya adalah Curhat. Ajakan curhat di yakini bisa meringankan beban seseorang dan menjauhkan dari niat untuk bunuh diri.
Sebelum menulis artikel ini aku menghubungi Mbak Naftali Kusumawardhani, beliau seorang Psikolog Klinis dan juga kompasianer loh. Beberapa kali aku bertanya tentang kejiwaan dan alhamdulillah dijawab dengan sangat baik.
Seperti pagi tadi ketika aku mengetahui 10 September adalah Hari Pencegahan Bunuh Diri maka aku membahas sedikit tentang pandanganku tentang kasus bunuh diri, dan beliau memberi jawaban yang membuat aku mulai memahami bahwa Depresi adalah penyakit,
Depresi tak berkorelasi dengan keimanan nyata adanya. Aku copas kan disini pendapat beliau atas asumsiku mengenai Depresi VS Keimanan :
Benar, keimanan dan depresi nggak berkaitan. Dan beriman bukan solusi satu-satunya untuk mengatasi depresi. Karena iman pun fluktuatif dan bersifat subjektif. Sedangkan depresi bisa saja disebabkan gangguan pada fisiologisnya. Contoh : orang yang menderita hipertiroid bisa mengalami depresi. Lalu apakah mereka bisa disebut tidak beriman? Yang ngomong gitu minta digethok.. hahaha...
Perasaan tertekan karena terpapar stimulus negatif terus menerus bisa menyebabkan stress. Stress memicu pengeluaran kortisol lebih tinggi. Kortisol mempengaruhi daya tahan tubuh. Orangnya sering sakit. Sementara itu kondisi yang dialami tidak kunjung berubah karena satu dan lain hal.
Lama kelamaan secara fisiologis orang itu mengalami perubahan. Bukan cuman kortisol yang bikin ribut di dalam, tapi juga produksi serotonin ikutan ngaco. Orangnya ngrasa depresif. Apakah orang itu bisa dikatakan tidak beriman?
Jawaban Ibu Naftalia membuat aku yakin bahwa mengingat tuhan memang bisa menjadil solusi tercepat menyelamatkan penderita depresi namun bukan solusi terbaik juga karena keimanan sendiri buat kita yang "normal" kerap juga mengalami up and down ya kan ?
5 Penyebab Bunuh Diri dari Catatan Almarhum Mukhtar Amin