Alhamdulillah, tahun ini kedua anakku sudah bersekolah, si sulung masuk SD dan si bungsu masuk TK. Keduanya berada di sekolah yang sama, keputusan ini kami ambil untuk memudahkan daycare dalam mengantar jemput anak-anak. Sebelum memutuskan untuk memilih sekolah ini aku sudah terlebih dahulu survei beberapa sekolah.
Sekolah Negeri adalah tujuan pertamaku, namun melihat kapasitas dalam satu kelas terlalu banyak (in my opinion) akhirnya aku urung mendaftarkan si sulung ke sana. Kenapa Negeri?
Karena di Tangerang Sekolah Negeri masih masuk 6 hari, dan aku butuh itu untuk bisa merasakan mengantar anak ke sekolah minimal 1x seminggu. Kondisi si sulung yang lumayan seru tentu tak memungkinkan dia berada di dalam kelas yang ramai.
Pencarian berlanjut ke sekolah swasta berbasis agama, sekolahnya hanya 5 hari alhasil tak jadi juga mendaftar ke sana karena tidak sesuai keinginanku.
Akhirnya aku mencoba mendatangi sekolah yang berada di barisan depan perumahan kami, swasta dan berbasis agama juga namun aku merasa sreg karena anak-anaknya bersekolah sampai hari Sabtu dan ada baiknya juga buat siswa karena setiap hari mereka tak perlu sampai sore berada di sekolah. Hari Sabtu pun tiba, aku bersemangat karena akan mengantarkan si sulung ke sekolah. Si sulung jauh lebih bahagia "asik akhirnya aku sama seperti temanku ya mami, diantar ke sekolah sama maminya".
Sesampai di sekolah anak-anak melaksanakan senam pagi, dan saat itu aku ingin membuang bekas minuman adiknya, aku mencari ke sana ke mari namun tak menemukan tong sampah di depan kelas sekalipun.
Setiap malam sesampainya di rumah, aku selalu memeriksa tas sekolah anak-anak, herannya di dalam tas sekolah kedua anakku aku menemukan wadah bekas susu mereka yang sudah kosong.
"Kanda, ini kenapa enggak dibuang di tempat sampah?" tanyaku pada si sulung. Dia hanya menjawab aku enggak nemu tong sampah. Si bungsu memberi jawaban, "Kata bu Guru, sampahnya bawa pulang".
Jawaban kedua anak ini tak aku anggap serius. Paling mereka yang tak mau membuangnya, begitu batinku.