Penulis adalah nasabah Bank BNI 46, seperti kebiasaan penulis susah untuk memuja muji, penulis selalu bercerita dari apa yang dirasa , apa yang dilihat dan dituangkan menjadi sebuah tulisan yang berasal dari hati. Dalam tulisan ini tidak akan ada bahasan tentang analisa-analisa keuangan, tidak juga detail bahasan tentang penghargaan-penghargaan Bank BNI46, bahkan pencapaian secara keuangan juga tidak akan diulas penulis, karena penulis tidak menguasai duni perbankan.
===================================================
Well, Bank BNI46 secara detail aku lihat logonya terukir dibelakang mukena yang dikenakan mamak. Tahun 1995 lewat Bank BNI mamak dan papa berangkat Haji ke Tanah Suci, perlengkapan seperti koper, tas jinjing, payung dan mukena lengkap disediakan oleh Bank BNI dan berkat bantuan pihak Bank kala itu mamak dan papa bisa berangkat bersamaan (papa mendaftar belakangan, 3 bulan sebelum keberangkatan). Itulah pertama kalinya aku mengenal Bank BNI46. Perjalanan haji mamak dan papa ketika itu mendapat cobaan bahwa kedua orangtuaku mengalami kecelakaan, semua keluarga sudah menangis tapi jauh dihatiku aku percaya bahwa mamak papa selamat dan alhamdulillah pihak bank BNI46 yang memberitahukan ke rumah saat itu bahwa kedua orangtuaku ditemukan selamat dan sedang dirawat disebuah Rumah Sakit #alhamdulillah. Saat itu aku kelas 3 SMP menjelang kelulusan, mengucap syukur atas kerjasama yang diberikan oleh bank BNI dan itu adalah awal aku memberikan label kebaikan pada Bank BNI.
Kemudian tahun berjalan akupun harus memasuki usia perkuliahan, diterima melalui jalur PMDK disalah satu perguruan tinggi negeri di Bogor, ternyata kampus kami bekerjasama dengan Bank BNI, sehingga urusan pendaftaran semuanya dibayar melalui Bank BNI. Kartu Tanda Mahasiswa kami juga berfungsi sebagai ATM dengan logo Bank BNI sehingga selama perkuliahan tidak pernah ada keterlambatan pembayaran uang kuliah karena sudah langsung autodebet dari Bank BNI. Tahun 1998 disaat mahasiswa bergerak untuk melengserkan Soeharto, aku ingat betul kejadiannya tanggal 13 Mei 1998 ketika aku akan menarik tunai dana bulanan untuk hidup sebesar 250.000 rupiah, betapa kagetnya aku mendapati saldo tabungan di ATM hanya ada 50.000 ribu rupiah, ahhh ATM ku ada yang menggunakannya. Lalu akupun mendatangi salah satu cabang Bank BNI di Baranangsiang Bogor, tahun 1998 tahun dimana bangsa Indonesia sedang bergemuruh, mungkin itu juga penyebab Bank BNI tidak melayani keluhan saya dengan baik, tapi tidak seharusnya juga kan ? Saya masih dengan wajah kaget mendatangi seorang petugas Customer Service'
CS : Ada yang bisa saya bantu
A : begini mas, uang saya hilang, mamak baru saja mengirim uang 250.000 tetapi saldo hanya ada 50.000
CS : kapan terakhir kali anda mengeprint buku tabungan atau mencek saldo
A : semalam saya kesini untuk mencetaknya (awak kan dari medan, di medan itu untuk kejadian 1 hari setelahnya disebut semalam, kejadian yang sudah lama barulah kemaren) karena ucapan saya "semalam" maka ada senyum simpul di bbibir mas CS
CS : ahhh, anda saja sudah bohong mana mungkin bank kami buka malam-malam hanya untuk melayani anada mencetak buku tabungan. Banyak kok kejadian ngeluh dananya hilang, ga taunya diambil sendiri.
A : mendengar responnya begitu bukan main emosi saya, tetiba saya merasa menjadi sok orang kaya, dana meninggalkan begitu saja bank pada saat itu. Dalam hati saya berjanji tidak akan menjadi nasabah BNI lagi (dendam), well kisah ini berakhir begitu saja dan besar kemungkinan teman saya yang mengambil uangnya.
Benar saja saya merengek minta dibuatkan rekening Bank lain untuk kebutuhan bulanan, maka hanya untuk pembiayaan kuliah saja menggunakan Bank BNI, apesnya ketika asaya KKN didesa maka ATM bank baru saya ga ada tempat untuk menggeseknya, mau gak mau saya memohon agar uang ditransfer ke Bank BNI kembali, seringkali keadaan memaksa kita untuk kembali ke selera asal hehehhe.