Sebelum membahas mengenai minoritas dan mayoritas, dalam komponen luasnya yaitu masyarakat, artinya di dalam masyarakat terdapat kelompok mayoritas dan minoritas. Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama, mempunyai kebutuhan dan dibawah pengaruh kepercayaan yang mempunyai tujuan tersatukan dan terlebur rangkaian kehidupan bersama. Menurut Koentjaraningrat seperti yang dikutip oleh Sudikan, 2018: 37, Masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat continue (terus menerus) dan terikan oleh suatu rasa identitas bersama. Menurut faktor-faktor pembentuknya, masyarakat indonesia tergolong masyarakat yang memiliki struktur bercorak majemuk. Kusumohamidjojo ()melihat masyarakat Indonesia memiliki kebudayaan yang bersifat plural dan heterogen (beragam). Heterogenitas merupakan hasil dari homogenitas yang mempunyai perbedaan dalam unsur-unsurnya. Artinya, masing-masing subkelompok masyarakat beserta kebudayaanya yang berbeda-beda membuat Indonesia memiliki beraneka ragam kebudayaan (heterogen). Perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat mulai dari suku bangsa, agama, adat istiadat, ras yang mencirikan bahwa masyarakat Indonesia memiki struktur bercorak majemuk.
Menurut konsep Clifford Geertz, dalam buku Keluarga Jawa (2015) menjelaskan bahwa masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbagi kedalam sub-subsistem yang berdiri sendiri dimana masing-masing subsistem terikat kedalam ikatan-ikatan yang bersifat primodial. Masyarakat bersifat Heterogen dan bersifat multicultural, terdiri dari keragaman budaya, ras, etnis, dan agama. Di dalam masyarakat secara umum terdapat beberapa kelompok sosial, yakni kelompok mayoritas dan minoritas.
Berbicara minoritas tidak lepas dari kata mayoritas, moniritas artinya kelompok yang jumkahnya sedikit dan mayoritas merupakan kelompok besar atau yang jumlahnya besar. Adanya mayoritas dan miniritas ini dapat digambarkan pada kemajemukan masyarakat, atau heterogenitas dalam masyarakat. Heterogenitas disini saya kaji terdapat di lingkungan sekolah, dalam hal ini di sekolah kami terlihat heterogenitas atau kemajemukan, hetrogenitas ini terlihat baik dalam agama dan etnis. Heterogenitas ini terlihat dari beberapa kelompok ke dalam mayoritas dan minoritas, walaupun dalam hal ini jelas tidak membeda-bedakan atar siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Salam satu yang akan kami bahas disini adalah mayoritas dan monoritas etnis dan agama.
Menurut Hassan Shadily, 1999: 381 menjelaskan bahwa minoritas etnik atau ras berdasarkan kelompok agama memang selalu digambarkan oleh pengelompokan sejumlah orang beragama tertentu, yang secara kuantitatif (nominal/matematis) maupun kualitatif (peran dan status sosial) berbeda dengan agama kelompok ras dominan atau mayoritas. Berdasarkan sudut pandang ilmu sosial, pengertian minoritas tidak selalu terkait dengan jumlah anggoa kelompoknya, suatu kelompok akan dapat dianggap sebagai kelompk minoritas apabila anggota-anggotanyamemiliki kekuasaan, kontrol, perlindungan, dan pengaruh yang lemah terhadap kehidupannya sendiri bila dibandingkan dengan anggotaanggota kelomok dominan atau mayoritas. Dengan demikian, bisa saja suatu kelompok secara kuantitas atau jumlah dari anggotanya merupakan mayoritas (dominan), akan tetapi dikatakan sebagai kelompok minoritas karena kekuasaan, kontrol dan pengaruh yang dimiliki lebih kecil dan lebih lemah dari pada kelompok yang jumlah anggotanya lebih sedikit (minoritas).
Mayoritas yang ada terlihat dari banyaknya siswa dari latar belakang etnis Jawa, dan Sunda, kondisi geografis di sekolah kami yang berbatasan langsung dengan Jawa Barat, jadi banyak ditemukan peserta didik yang berlatar belakang dari etnis Sunda, mulai dari bahasanya pun logat Sunda sering ditemukan dalam komunikasi antar peserta didik. Bahasa Sunda disini yaitu Sunda Ngapak jadi campuran bahasa antar bahasa Brebesan Ngapak dan Sunda Ngapak, terlihat percampuran kebudayaan yaitu percampuran bahasa. Selain itu juga etnis Jawa jelas menjadi kelompok mayoritas, tetapi disini kelompok etnis Jawa tidak mendominasi, selain itu kelompok etnis berikutnya adalah etnis Batak, nah, disini etnis Batak menjadi kelompok moniritas, selain itu juga adanya beberapa peserta didik yang berlatarbelakang dari etnis Thionghoa atau biasa dengan istilah China. Namun perbedaan atau heterogenitas ras, etnis, agama dan budaya ini tidak menjadi halangan untuk tetap menjaga rasa toleransi. Baik toleransi agama, karena ada beberapa yang beragama Kristen, Katholik, Budha, dan mayoritas beragama Islam. Antarpeserta didik disini tidak membeda-bedakan antar teman, tidak membedakan atar etnis baik Jawa, Sunda, Batak, ataupun Thionghoa. Toleransi antar agama terjalin dengan baik, antar budaya atau etnis terjalin dengan baik, jadi terlihat dari perilaku antar teman di sekolah, ketika kegaitan pembejaran agama, siswa yang beragama non muslim disini juga menghargai dengan keluar dari kelas dan belajar di perpustakaan, karena ada waktu tersendiri untuk pembejaran agam non muslim, serta di kegiatan sholat jumat berjamaah di sekolah, juga kelompok yang beragama non muslim menghargai antar peserta didik di sekolah. Hubungan dan interaksi sosial antar siswa yang berbeda agama tidak menjadi penghalang dalam melakukan interaksi sosial. Serta dapat dikatakan terjadi harmonisasi antar peserta didik walaupun terjadi keberagaman baik agama, bahasa, etnis dan budaya. Sekian dari saya smeoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H