Lihat ke Halaman Asli

Ulfa Zahwani

Mahasiswa

Desa Wisata: Adat Ngadas Suku Tengger

Diperbarui: 3 Januari 2024   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Ulfa Zahwani, Niki Adista, Try Bion Sitepu

Universitas Samudra, Universitas Halu Oleo, Universitas Quality

Desa Ngadas adalah  sebuah desa wisata adat dan budaya yang terletak di Dusun Ngandes, Rejo Hijo. Dalam keragaman sosial dan agama, petani kentang dari empat agama---Buddha (50%), Islam (40%), Hindu (10%), dan Kristen (1KK)---bersatu dalam kebersamaan.

Di tengah-tengah kehidupan masyarakatnya, terdapat upacara-upacara yang menggambarkan kekayaan budaya, seperti upacara umum Karo, pujaan bariaan unaan, yang memiliki kekhususan dalam menjalani kehidupan desa. Setelah pemilihan kepala desa, tujuan mengangkat kepala adat menjadi fokus utama. Upacara tesi pamong yang melibatkan perangkat desa juga menjadi momen penting untuk membersihkan diri secara spiritual.

Namun, salah satu kekhasan masyarakat desa ini adalah pelaksanaan upacara unan-unan yang dilakukan sebanyak lima kali kasodo, diadakan di kaki Gunung Bromo. Kontrol khusus terhadap janda/gadis setiap bulan, yang dikenal sebagai petean, menjadi bagian penting dari keseimbangan sosial di sini.

Salah satu aspek yang membedakan pemilihan kepala desa di sini adalah keunikan pencalonan yang menanggung biaya pemilihan. Filosofi yang mengelilingi sarung, sebuah busana yang sangat dihargai di sini, memberikan pandangan mendalam mengenai cara mereka menilai baik dan buruknya manusia. Udeg, sebuah ikatan pada kepala, memiliki makna simbolis yang dalam: sebagai pusat pikiran manusia, segitiga ke bawah melambangkan kejujuran dalam perkataan dan perbuatan.

Warna yang berbeda pada busana dan sarung yang dikenakan oleh penduduk memiliki makna spiritual. Warna putih melambangkan kesucian dan hubungan terhadap sang pencipta, sementara baju hitam dan celana hitam bermakna kembali ke kegelapan dari mana kita berasal.

Di Ngadas, tradisi mengenakan sarung telah menjadi kebiasaan bagi semua warga. Ngatas rendo, yang memiliki arti semoga kita selamat selama-lamanya, menjadi doa yang terus diucapkan.

Mujianto, sekretaris desa dari tahun 2001 hingga 2011, dan sejak tahun 2012 hingga kini menjadi kepala desa, telah menyaksikan dan berkontribusi pada keberlanjutan kebudayaan yang begitu kaya di Ngadas. Dengan segala keunikannya, Ngadas tetap menjadi pesona tersendiri bagi siapa pun yang mempelajari dan mengenal lebih jauh tentang kehidupan dan warisan budaya mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline