Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik,Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk karakter bangsa yang baiak untuk menghadapi globalisasi. Mahasiswa S1 Progam Studi Pendidikan Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Pelita Bangsa.
Melihat semakin majunya zaman, banyak anak-anak yang kurang memiliki moral sosial yang baik didalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya di zaman milenial ini banyak masyarakat yang beranggapan pendidikan karakter pada anak di zaman dahulu dan sekarang berbeda. Pendidikan karakter pada zaman dahulu memang lebih bagus dibandingkan pada zaman sekarang ini. Karakter yang berkualitas pada saat ini perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini.
Pada saat ini pendidikan karakter sangat dibutuhkan untuk membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas unggul dengan menumbuhkan rasa sikap yang bertanggung jawab dalam menghadapi era globalisasi. Pendidikan karakter dapat mengoptimalkan perkembangan dimensi anak secara kogniti, fisik, social-emosional, kreativitas, dan spiritual. Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk dan membangun manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum yang belaku, melaksanakan interaksi antar budaya, menerapkan nila-nilai luhur budaya bangsa, dan memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika sebagai kebanggaan bangsa Indonesia.
Usia dini khususnya usia anak sekolah dasar (SD) merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang, penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama membangun bangsa. Hal ini terjadi karena pada faktanya, sikap sebagian besar anak zaman sekarang lebih bandel atau susah diatur dan membuat orang tua mengelus dada, misalnya anak SD yang berani melawan guru dan orang tua, berkelahi dengan teman, merokok dan masih ada perilaku yang tidak baik lainnya.
Hal tersebut berkembang semakin parah seiring meningkatnya kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan anak-anak. Kebebasan anak-anak dalam mengakses Internet membuatnya hanya terfokus pada apa yang mereka lihat di Internet saja. Seolah-olah berasumsi hal apa saja yang ia lihat di luar sana adalah hal yang wajib dan sangat keren apabila ia lakukan atau menirunya. Masalah tersebut merupakan salah satu dampak negatif dari kecanggihan teknologi.
Perkembangan teknologi saat ini tidak bisa dicegah oleh siapapun. Namun, ada upaya untuk meminimalisir dan memperkuat pengawasan serta memberikan pendidikan karakter pada anak di zaman milenial ini. Hal tersebut dilakukan agar anak mengetahui dampak positif maupun negatif dari penggunaan teknologi di era globalisasi sekarang ini. Anak sekolah dasar adalah anak yang masih berusia dini yang pada umumnya usia saat itu masih labil dan cenderung mempunyai rasa ingin tahu yang cukup besar dan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat negatif.
Ada dua peran yang paling bertanggung jawab dalam mengemban tugas untuk pendidikan karakter anak, yaitu orang tua dan guru. Seorang guru mempunyai peran sebagai orang tua anak di sekolah. Guru sangat berperan dalam penguatan karakter pendidikan bagi anak didiknya, dimana guru harus mencontohkan apa yang disampaikan dan akan ditiru oleh anak didiknya. Keteladanan yang dicontohkan oleh guru akan memudahkan penerapan nilai-nilai karakter bagi peserta didik. Guru adalah seorang yang digugu dan ditiru. Di gugu diartikan adalah apa saja yang disampaikan oleh guru, baik lisan maupun tulisan dapat dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh semua peserta didik. Sedangkan ditiru artinya sebagai seorang guru harus menjadi suri tauladan dalam setiap perbuatannya.
Dalam implementasinya, selain berbasis kelas, penguatan pendidikan karakter dapat dilaksanakan dengan berbasis sekolah, berbasis keluarga, dan berbasis masyarakat. Pada pemahaman pendidikan berbasis sekolah, sekolah tidak hanya diartikan sebagai tempat belajar, namun sekaligus dijadikan juga tempat memperoleh peningkatan karakter bagi peserta didik yang merupakan bagian penting dari pendidikan karakter itu sendiri, dengan kata lain sekolah bukanlah sekadar tempat "transfer pengetahuan" namun juga lembaga yang berpartisipasi dalam proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai yang baik ( perusahaan berorientasi nilai ). Di sisi lain sekolah bertanggung jawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam karakter dan kepribadian.
Sementara untuk penguatan pendidikan karakter yang berbasis keluarga, dapat dilaksanakan dengan menjadikan keluarga dan rumah sebagai lingkungan pembentukan watak dan karakter pertama dan utama bagi peserta didik sehingga keluarga atau rumah dijadikan sebagai "sekolah cinta" tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang serta tempat pertama penyemaian nilai-nilai kebaikan serta prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan sehingga diharapkan peserta didik memiliki potensi dan bekal yang memadai untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah.
Penguatan pendidikan karakter berbasis masyarakat dapat dilaksanakan,karena masyarakat luas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan peserta karakter yang dibesarkan dimana masyarakat telah memiliki sistem nilai yang selama ini dianutnya. Hal ini akan mempengaruhi sikap dan cara memandang masyarakat secara keseluruhan termasuk peserta didik sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab bersama dalam menegakkan nilai-nilai yang baik dan mencegah nilai-nilai yang buruk.
Melalui konsep Trilogi pendidikan yang di kemukakan Ki Hadjar Dewantara, guru dapat mengatasi permasalahan pendidikan karakter pada anak sekolah dasar. Trilogi pendidikan tersebut berisi tiga semboyan yaitu, Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti di depan memberi teladan atau contoh yang baik, Ing Madya Mangun Karsa yang berarti di tengah murid guru mampu menciptakan prakarsa serta ide, dan Tut Wuri Handyani berarti dari belakang guru mampu memberikan dorongan dan arahan. Sehingga guru bukan hanya mengajar, namun juga mendidik.