Lihat ke Halaman Asli

Patron-klien Like Tuan-budak?

Diperbarui: 30 April 2016   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Assalamualaikum wr.wb

4 hari yang lalu adalah pertemuan terakhir kami dengan antropologi sebelum mid di mulai, meski tak sesuai jadwal kami tetap melaksanakan pembelajaran demi mengejar waktu. Hingga akhirnya, kami memutuskan untuk membuka pembelajaran pada waktu sore di hari rabu kemarin. Pembahasan hari itu mengenai hubungan patron-klien pada suku bugis-makassar.

Istilah itu benar-benar terdengar aneh karena saya memang baru mendengar istilah tersebut, dalam hati bertanya-tanya apa itu patron-klien?

Tapi.......

Tak butuh waktu lama, dosen pengampu mulai menjelaskan secara jelas tentang hubungan patron-klien dan alhamduillah, berkat penjelasan kemudian di bantu dengan buku yang telah saya baca, membuat saya sudah sedikit mengerti tentang hubungan patron-klien. Nah, maka dari itu saya membuat artikel ini bertujuan untuk membagi sedikit tentang hubungan patron-klien yang sudah saya tangkap sedikit dan pastinya untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu itu sendiri.

Hubungan patron-klien merupakan istilah yang cukup asing di telinga kita, taukah kita bahwa patron-klien itu ada sejak zaman Belanda? Jika di artikan patron adalah seseorang yang di ikut. Lalu,siapa yang mengikutinya? Yang mengikuti patron di sebut dengan klien.

Pada zaman dulu, klien tak mengikuti patron secara percuma tapi klien mengikuti patron karena menganggap patron tersebut sebagai tuan atau orang yang mereka hormat dan banggakan. Mengapa? sebab saat itu tugas seorang patron ialah melindungi para klien dari patron lain sedangkan klien bertugas untuk mematuhi dan melayani seorang patron.

Lalu, apa sebutan patron yang ada di suku Bugis-Makassar? Di bugis seorang patron di panggil dengan sebutan puang dan petta sedangkan pada suku Makassar di sebut dengan karaeng atau daeng. Dari sebut seperti itu kita sudah bisa mengetahui yang manakah seorang patron dari bugis dan dari Makassar.

Jika, pada zaman dulu seorang klien bertugas untuk melayani seorang patron layaknya seperti budak sangatlah berbeda dengan hubungan patron-klien pada zaman sekarang. Mengapa saya berkata demikian? Karena kita sudah melihat dengan jelas bahwa di masa sekarang seorang klien tak selamanya harus menjadi layaknya seorang budak bagi patronnya.

Contoh:

Seorang anggota DPR di ibaratkan seorang patron dan para pendukung atau tim suksesnya di ibaratkan sebagai klien-nya. Jika kita memperhatikannya saat ini klien itu tak selamanya harus patuh pada patronnya tersebut, bisa saja jika ada sesuatu yang di lakukan seorang patron lalu kliennya tak setuju dengan apa yang di lakukannya, si klien tersebut dapat membantah bahkan dapat meninggalkan patron tersebut dan mencari patron pengganti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline