Hari-hariku sebagai mahasiswa master mulai sibuk dengan rutinitas tak biasa. Bangun kesiangan karena pada malam hari harus membaca jurnal dan menulis kesimpulan. Pagi bangun melanjutkan artikel yang belum selesai semalam, menyiapkan makan siang, siap-siap ke kampus dan pulang menjelang malam. Tiongkok memiliki sistem perkualiahan yang berbeda dengan Indonesia. Inilah hal pertama yang aku petik sejak hijrah ke tanah konfusius ini untuk menuntut ilmu di jenjang lebih tinggi.
Ketika di Indonesia jam pertama kuliah dimulai pada jam 8.30 pagi atau jam 9.00 pagi, maka di Tiongkok dimulai jam 8.00 pagi. Teng! Tidak ada istilah terlambat. Terlambat lima menit, maka nama di absen tidak akan dicentang. Hal positif lain yang aku pelajari di sini, ketika terlambat datang dan tidak diperbolehkan masuk kelas, mahasiswa akan menunggu di depan pintu, di dekat jendela. Mereka tetap mengikuti pelajaran dengan cara darurat ini. Sementara di Indonesia, mahasiswa akan memilih pulang atau menunggu jam mata kuliah selanjutnya di kantin. Meskipun kelas dimulai jam sembilan pagi, banyak sekali mahasiswa di Indonesia yang terlambat. Tidak dengan mahasiswa lokal, mereka datang tepat waktu. Jarang yang terlambat.
Mata kuliah dimulai pada minggu pertama sampai minggu ke delapan untuk tiap mata kuliahnya. Mata kuliah baru dimulai pada minggu ke sembilan sampai dengan minggu ke enam belas. Masing-masing mata kuliah akan berlangsung selama empat jam. Memang sudah terbatas kemampuan mahasiswa menangkap pelajaran tidak lebih dari dua jam. Maka dua jam tersisa akan digunakan mahasiswa dengan kesibukan bersama dunia mereka, dunia maya. Tapi dosen-soden senior yang ahli dalam teknik mengajar mampu mempertahankan mahasiswa di kelas hingga empat jam. Jam istirahat akan berlangsung selama sepuluh menit setiap satu jam sekali.
"Xiake shijian dao le! (Kelas usai!)" suara perempuan yang mengaung di pengeras suara yang dipasang dikelas selalu mengingatkan bahwa waktu kelas berakhir setelah dering musik di film horor mengalun. Aku sangat benci dengan suara ini. Seperti berada di suana fil The Ring, tepat ketika si hantu perempuan dengan wajah datar dan dingin keluar dari layar TV.
"Shangke shijian dao le! (Kelas dimulai!)" dan suara yang sama akan muncul untuk mengingatkan kelas dimulai. Aku bertanya-tanya, bagaimana mereka mendapatkan ide ini. Siapa pencetus ide suara horor ini. Seolah menakut-nakuti mahasiswa yang tidak mau masuk ke kelas.
Sama seperti hari ini, ketika suara horor itu belum mengalun seantero gedung nomor satu, professor Xu Pei Xi masuk ke kelas dengan gaya profesionalnya. Setelan jas dan sebuah tas tangan khas lelaki. Sungguh setelan seorang profesor. Matanya sipit, kulitnya tidak seberapa putih seperti orang Tiongkok pada umumnya. Aku suka gayanya.
"Good afternoon, my friends" sapaan bersahabat. My friends, teman-teman saya. Wow, pertama kalinya aku mendengar seorang profesor memanggil mahasiswanya dengan sebutan teman. Tatapannya ramah, meskipun ia tidak melanjutkan percakapan dengan mahasiswa. Ia sibuk mempersiapkan kelas dengan powerpoint, membagi beberapa kopian materi di atas meja.
"Apa kabar, professor?!" Sapa Arshad, pemuda asal Pakistan yang duduk paling depan dan datang di waktu yang sama denganku. Aku mengenal dan berjumpa dengannya di hari sebelum kelas mulai. Karena Shahzad, salah seorang pemuda asal Pakistan yang memperkenalkan aku padanya. Sebagai orang baru, Arshad sepertinya butuh teman untuk berdiskusi. Itulah yang dipikirkan Shahzad. Aku setuju, aku tah rasanya menjadi anak baru tanpa teman yang aku kenal di luar negeri.
"I am fine. Thank you" jawabnya sambil tersenyum.
"Professor, berapa jam mata kuliah kita hari ini? Apakah kita akan mengikuti empat jam?" Tanya Arshad lagi, membuka percakapan.
"Ya, empat jam."