Lihat ke Halaman Asli

Ulfa mukhlisoh

Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam UIN Walisongo Semarang

Angan-Angan Tak Seindah Kenyataan

Diperbarui: 15 Desember 2019   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Deg, deg, deg, jantung ku berdegup kencang seketika, "Dokter". Ucapku kaku dan agak sedikit gemetar. Entah apa yang ku pikirkan saat itu seketika dan secepat itu aku dengan lantang mengucapkan bahwa aku ingin menjadi dokter. Senyum manis mendarat pada seorang guruku yang kala itu mengajar pelajaran Bahasa Indonesia, yang menandakan dukungan kepada seorang muridnya.

Entah sejak kapan pula, aku menginginkan menjadi seorang dokter, karena setahuku sejak pelajaran Bahasa Indonesia kala itu yang membuat aku sendiri sadar bahwa cita-cita yang ku inginkan adalah menjadi seorang dokter. 

Masa SMA pun berakhir, tetapi aku bingung mengapa aku tidak menjadi seorang dokter yang ku cita-cita kan dulu, padahal semenjak saat itu aku selalu berdoa agar aku menjadi dokter kelak, tak urung usahapun ku lalui satu persatu tahapan ketika akhir masa sekolahku dengan mengikuti beberapa tes diperguruan tinggi.

Seketika diriku tersadar, bahwa semua itu adalah ikhtiyar ku sebagai pelajar. Tanpa melihat dan memperhatikan selain usaha dan do'aku, masih ada satu langkah yang harus ku lalui, yakni kehendak tuhan. Haah...ternyata angan-angan tak seindah yang ku bayangkan. Mungkin inilah takdirku harus menjadi seseorang tetapi tidah untuk menjadi seorang dokter. Skenario tuhan akan jauh lebih indah di banding dengan apa yang kita harapkan sebelumnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline