Lihat ke Halaman Asli

Dwi Nazila Ulfa

Mahasiswa Universitas Islam Negeri KH.Achamad Siddiq Jember

Tuhan yang Bisa Menolong

Diperbarui: 16 Desember 2021   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Langsung saja, dipembahasan ini saya ingin mengulas tentang Tuhan Tuhan yang bisa menolong, dimana sekolah-sekolah tidak akan pernah merasa terorganisir untuk menciptakan sebuah narasi sebagai pembangkit semangat. Mejadikan nya narasi agar memperkuat sebuah pemikiran yang kritis tentang hal ini sebagaimana seharusnya. Sehingga terjadilah pertentangan dengan alasan pendidikan di sekolah-sekolah memuai dalam prinsip: alasan neil postman, ungkapnya
bahwa sekolah-sekolah harus mengajarkan kepada kaum muda untuk menerima dunia sebagaimana adanya dengan segenap aturan-aturan dan kultural nya.
Dan kaum muda harus diajari untuk menjadi pemikir-pem ikir yang kritis, sehingga menjadikan landasan untuk kedepannya memperkuat kebijaksanaan konversional di zaman mereka dahulu. Karena adanya sekolah yang menolak diadakannya prinsip tersebut tetapi mereka tidak mampu menciptakan. kemudian mereka tetap ingin melanjutkan pendidikan disekolah.
Dan makna Tuhan Kemanfaatan ekonomi, serta Tuhan-Tuhan yang lainnya yang dapat berfungsi bagi mereka. Kemudian dalam pembelajaran berlangsung mayoritas di zaman dahulu.
Disini pun kaum muda diajarkan untuk mejadi pemikir yang kritis, pemikiran yang kritis sendiri harus dimilki orang dengan perkembangan zamannya.
1.Manfaat pendidikan disekolah
2.Bumi sebagai kendaraan
3.Malaikat yang terjatuh            
4.Pengalaman orang amerika
5.Hukum keanekaragaman
6.Bahasa latin tidak bisa memelihara dalam bentuknya yang baru, dan penggunaannya yang sangat terbatas.
7.Para penjalin kata-kata.


Tuhan-Tuhan yang bisa menolong dijelaskan secara lebih rinci dan mendalam pada Bagian II. Pada bagian ini ada 5 narasi atau gagasan Neil Postman untuk sistem pendidikan di sekolah.

Pertama hapuskan praktik-praktik pendidikan tentang saling mempersaingkan keunggulan, karena itu adalah sebuah gagasan tentang upaya-upaya putus asa, bahwa seharusnya setiap orang sadar kita semua berada dalam kesamaan.
Kedua, setiap manusia berbuat kesalahan-kesalahan. Salah satu sifat dasar kita adalah berbuat salah. Di sekolah haruslah ilmu pengetahuan diajarkan menjadi sesuatu yang lain dari sebuah cara untuk mengoreksi kekeliruan-kekeliruan, ketika pemikiran bekerja ketika itu juga pengoreksian terhadap kekeliruan-kekeliruan dilakukan.
Pada dasarnya Neil Postman mengharuskan adanya tujuan atau idealisme sekolah yang berorientasi untuk mengobati penyakit--penyakit pada ilmu pengetahuan yang di mutlak kan kebenarannya, salah satunya adalah harus adanya ajaran berpikir kritis di sekolah karena tidak ada yang mutlak atau kebenaran akhir dari ilmu pengetahuan.
Ketiga, memberikan kaum muda ilmu pengetahuan dan keinginan untuk berperan serta dalam pengalaman yang agung, mengajarkan kepada mereka bagaimana cara berargumentasi meskipun argumentasi-argumentasi buruk sekalipun. Semua sudut pandang diperbolehkan yang akan membawa mereka pada pertanyaan-pertanyaan yang berbobot untuk memastikan bahwa mereka mengetahui apa yang terjadi ketika argumentasi-argumentasi itu berhenti.
Keempat, ajarkan anak tentang hukum keanekaragaman. Kita mempelajari Albert Einstein bukan dikarenakan dia seorang Yahudi, kita mempelajari Aristoteles bukan karena dia orang Yunani atau kita mendengarkan Beethoven bukan karena dia adalah orang Jerman yang tuli. Dalam hukum keanekaragaman, kita mempelajari mereka bukan untuk mengembangkan atau meningkatkan rasa kebanggaan diri, tetapi karena dua alasan, yaitu : Pertama, karena mereka menunjukkan bagaimana vitalitas dan kreativitas kemanusiaan ternyata bergantung pada keragaman.Kedua, karena mereka menyusun standar yang hingga saat ini dianut oleh orang orang yang beradab. Neil Postman berpendapat bahwa hukum keanekaragaman akan menciptakan manusia-manusia yang cerdas.
Kelima, kita adalah pencipta dunia, dan penjalin kata-kata. Itulah yang membuat kita menjadi cerdas, dan dungu, bermoral dan tak bermoral; toleran dan keras kepala. Itulah yang menjadikan kita manusia.
Ceritakan hal ini disekolah, ajak kaum muda untuk meneliti bagaimana kita meningkatkan derajat kemanusiaan kita dengan mengkontrol rumusan-rumusan, yang dengan nya kita membicarakan dunia. Buku ini dengan jelas menggambarkan bahwa pendidikan memang lanskap yang teramat luas untuk dibahas. Penjelasannya terbukti tidak hanya sekedar hubungan guru dan siswa seperti selama ini dipahami otoritas-otoritas pendidikan namun jauh lebih luas dan kompleks.

Sekian :) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline