Lihat ke Halaman Asli

Risalah Cinta

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Click for the source

Risalah Cinta

: Kepada sepasang mata bening yang setia menemaniku.

.

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Click for the source"][/caption]

Ingatkah dahulu kala sepasang mata kita masih lugu menatapi dunia? Diantara bunga ilalang, kita lahap menatapi matahari sore yang berjingkat pelan-pelan. Kedua tangan mungil kita sibuk menghalau gatal yang tanpa permisi berekspansi pada pori betis kecil kita. Lalu, tawa nyaring darimu akan mengiringi jubah jingga yang ditanggalkan langit saat melihat mukaku meringis, menahan perih bekas kuku yang meninggalkan gurat kemerahan. Bulat matamu menggantikan matahari kala itu. Kau dan aku adalah sepasang sahabat kecil yang berjanji takkan melepaskan tautan kelingking kita.

.

Tahun semakin menua, begitu pula usia kita yang melesat pada bilangan yang tak mampu lagi digenapkan oleh jari-jari kita. Ruang kelas yang angkuh menjelma tabir antara mataku dan matamu. Berlembar kertas menyita waktuku dan waktumu. Letih pun menggumuli tubuh kita. Namun ada yang tak berubah. Kau dan aku masih sama, senang melahap langit jingga. Kau membayangkan puluhan bulatan sunkist, sementara barisan-barisan wortel telah menjajah kepalaku saban sore. Kau dan aku tetap menjadi sepasang sahabat yang tetap saling menautkan kelingking.

.

Seragam kita telah bertukar warna sekian kali. Begitu pula yang datang dan pergi mengisi hati. Rupa-rupa ceritamu silih berganti tentang kekasih hati. Aku selalu hadir dengan kisah patah hati. Kita menertawai diri. Tak mampu menemukan sosok yang mampu mengerti diri. Lalu, tautan kelingking kita menjelma sebuah genggam erat. Kau dan aku tak lagi menjadi sepasang sahabat sejati. Kau dan aku adalah sepasang kekasih kini. Langit senja menjadi saksi.

.

Tak ada suka yang abadi. Duka tak henti menghampiri. Kala kau dan aku bersatu dalam sebuah janji. Namun, bukankah hidup adalah merajut benang-benang mimpi. Bersama tisikan-tisikan do’a dan upaya yang tak kenal henti. Meski genggam tangan mulai merapuh.Kau dan aku takkan pernah berhenti meraih mimpi-mimpi.

.

Kemudian pada sebuah hari, kala duka menyapihku di tepi langit bergaun sunkist. Ketika helai uban telah memenuhi ubun-ubun, kau datang menyentuh lembut jemariku bersama sepasang lensa bening di wajahmu yang selalu menjelma perigi damai. Kau dan sepasang matamu selalu hadir di dekatku kala ngilu mengetuk palung hati. Saat kehilangan demi kehilangan melukis perih pada ulu hati. Kau telah menjelma pelipur untuk segala duka yang menyapa diri. Dan pada hari ini biarkan ku ungkap cinta padamu, pada wajah yang selalu meneduhkan hati.

---------

ØKepadamu yang telah bersabar menemani melewati hari-hari yang tak mudah.

ØBuat Babeh, finally…. ^_^

ØBuat keluarga di Desa Rangkat, terima kasih untuk segala cinta

ØSong

Bingung mau masuk rubrik apa... nyungsep di sini saja... :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline