Lihat ke Halaman Asli

Ulan Hernawan

I'm a teacher, a softball player..

Perlukah Pendidikan Toleransi dan Diskriminasi di Indonesia?

Diperbarui: 17 September 2017   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Ilustrasi : nmpasi.com/ NM Protection And Socialization Initiative]

Perlukah Pendidikan Toleransi Dan Diskriminasi di Indonesia? [Sebuah Opini dan Ulasan]

Hati saya tergerak menulis materi tentang toleransi dan diskriminasi ini setelah melihat berita di sebuah media televisi tentang konflik rasisme dan diskriminasi di Amerika baru-baru ini. 

Di tulisan ini, saya mengacu pada buku terbitan INSPIRASI.CO, dengan judul " Menjadi Indonesia Tanpa Diskriminasi". Penulis oleh Denny, J.A., Ph.D. Buku ini menarik, karena menyajikan data, teori dan solusi terhadap perkembangan diskriminasi dalam berbagai bidang di seluruh dunia dan di Indonesia. Buku yang terbit tahun 2014 ini sudah sepatutnya layak dibaca oleh semua pengajar di setiap lini pendidikan. Mengapa? Ini bisa dijadikan referensi untuk memahami apakah para pengajar di Indonesia sudah benar-benar memaknai toleransi dan diskriminasi itu sendiri di dalam kelas. 

Apalagi dengan kondisi dalam negeri yang saat ini sarat dengan anti-toleran, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Maka, sudah sepatutnya tulisan tentang toleransi dan diskriminasi di "viral" kan supaya masyarakat paham dan menjadi pakem untuk berinteraksi di kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saya tidak bisa menjelaskan keseluruhan isi buku, namun ada satu materi yang dapat menjelaskan penyebab diskriminasi [Bab 3, halaman 127]. Disini dijelaskan, ternyata kaitan antara "toleransi" dan "diskriminasi" sangatlah berhubungan. Bahkan kaitan antara "toleransi" dan "pendidikan" pun sangat erat dan berbanding lurus dengan kehidupan masyarakatnya. 

Praktik diskriminasi yang terjadi akibat masyarakat tidak mempunyai toleransi terhadap orang yang memiliki latar belakang berbeda. Entah itu karena agama, ras, jenis kelamin, orientasi seksual, dan sebagainya. Padahal seharusnya masyarakat yang toleran adalah masyarakat yang tidak melakukan diskriminasi. Terkadang pun, kata "diskriminasi" kerap kali dilawankan dengan kata "toleransi". 

Ada tiga penjelasan mengenai penyebab tinggi rendahnya toleransi di masyarakat. Secara sosiologis, psikologis, dan politik. 

Dalam penjelasan sosiologis, dijelaskan toleransi atau diskriminasi bisa lahir karena latar belakang seseorang. Seseorang yang umurnya lebih muda, cenderung untuk emosional dan kurang bisa menerima kehadiran orang lain yang berbeda dari dirinya. Hal ini sudah sering saya temui di dalam kelas ketika mengajar level junior high school dan senior high school. Namun, sering dengan bertambah umur dan kedewasaan, seseorang bisa menerima orang lain dengan latar belakang yang berbeda. 

Toleransi juga lahir akibat pendidikan. Seseorang yang berpendidikan tinggi, secara teoritis mempunyai toleransi lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan rendah. Hal ini karena lingkup pergaulan yang lebih luas dan beragam, oleh mereka yang jenjang sekolah lebih tinggi. 

Dalam penjelasan psikologis, sikap diskriminatif atau toleransi dilatarbelakangi oleh kepribadian. Ada orang yang mempunyai kepribadian lebih "memperhatikan diri sendiri" (concern with self). Dan ada orang yang lebih "memperhatikan lingkungan" (concern with self in relation to one's environments). Menurut saya, seharusnya semua pengajar harus di sisi "lebih memperhatikan lingkungan". Karena itu adalah tugas pengajar untuk menciptakan ruang kelas yang tanpa diskriminasi. Bila pengajar tidak mampu, maka ia secara tidak sadar in-toleran terhadap lingkungannya. Inilah mengapa kepribadian individu (pengajar) juga harus diperhatikan.

Ketiga adalah penjelasan politik. Disini toleransi dipandang sebagai sikap politik yang mencerminkan pandangan, nilai dan kepercayaan seseorang. Salah satu aspek penting adalah ideology politik. Ibarat "konservatif versus liberal", "konvensional versusonline", atau "kiri versus kanan". Adanya perbedaan pandangan ideologi pun dapat menimbulkan ancaman politik. Seperti tragedi di Rwanda. Di Rwanda ada dua suku besar yang berebut kekuasaan (Suku Hutu dan Suku Tutsi). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline