Lihat ke Halaman Asli

Ulan Hernawan

I'm a teacher, a softball player..

Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan di Era Milenial

Diperbarui: 15 September 2017   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: mahasiswabicara.id

Pernahkah anda mengikuti pelajaran Pendidikan  Kewarganegaraan atau Pancasila saat sekolah? Bila belum, maka perlu  dipertanyakan kualitas sekolah anda terdahulu. Karena, setiap sekolah  baik negeri maupun swasta di Indonesia diharuskan menerapkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di lingkungan institusinya. 

Saat ini, negara sedang berkoar-koar tentang pembentukan karakter dan penerapan rasa nasionalisme yang lebih nyata di setiap lini kehidupan masyarakat, khususnya di bidang pendidikan. Lebih utama lagi dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan. 

Tantangan mengajar Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial saat ini butuh usaha keras. Justru tantangan tersebut bukan datang dari materi atau kurikulum pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Melainkan dari kualitas sumber daya manusia yang kompeten, yaitu guru.

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk  peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta  tanah air. 

Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan di lingkup sekolah  juga mengembangkan misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan  multikultural, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi. 

Nah, dari berbagai misi tersebut timbul pertanyaan bagaimanakah pengajar masa kini, terutama guru Pendidikan Kewarganegaraan, bersinergi dan  beradaptasi seiring perkembangan globalisasi dan teknologi? 

Bila anda pengajar yang "konvensional", maka materi yang anda sampaikan ke anak didik juga akan konvensional. Hasil yang  diperoleh adalah anak didik dengan rasa nasionalisme yang konvensional  pula. Dalam artian, anak didik hanya mampu mendengarkan ceramah dan akan  segera melupakannya saat mereka sudah keluar kelas atau berganti mata  pelajaran. Ibarat seperti angin lalu bagi mereka. Inilah sebabnya, banyak anak didik yang menyepelekan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bila masih mengajar dengan gaya ajar yang lama dan monoton. 

Ingat, dunia selalu bergerak. Ojek yang dulu hanya bisa  mangkal, sekarang serba online dan serba bisa. Dulu beli tiket kereta dan pesawat antri panjang (on the spot), sekarang sudah praktis hanya  sekali sentuh dan bisa order jauh hari. Semua serba digital, maju, online, update dan mengikuti kebutuhan masyarakat milenial. Begitu pula  seharusnya gaya ajar Pendidikan Kewarganegaraan, lebih modern, canggih,  update dan online

Di jaman yang serba digital ini, akan lebih mudah mengajarkan ilmu dan materi pendidikan kewarganegaraan dengan sarana internet. Segala sumber, contoh-contoh kasus, infografis, link, kejadian  nyata, atau bahkan sekedar tayangan mendidik dan menarik akan membuat  anak didik lebih menghayati. 

Tiga Komponen Pendidikan Kewarganegaraan

Bagaimana mengajarkan anti korupsi bila anak didik kita  tidak tahu wujud tentang KPK dan kasus-kasus korupsi yang ada? Bagaimana  anda mengajarkan bela negara apabila anak didik tak memahami budaya, letak geografis dan lembaga negara Indonesia secara nyata? Bagaimana anda  mengajarkan baik dan buruknya media sosial, apabila anda tidak paham dan tidak memiliki akses media sosial (facebook, line, twitter, dsb)?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline