Oleh : Ulan Hernawan, S.I.P
"Merdeka! Merdeka!" Inilah kata-kata yang seringkali kita dengar dalam pembacaan teks-teks puisi, film ataupun pertunjukan teater drama yang bertemakan hari kemerdekaan negara kita. Upacara bendera, derap langkah pasukan pengibar bendera, pembacaan teks proklamasi dan lagu Indonesia Raya juga turut serta meramaikan hari yang sarat akan makna perjuangan dan kemerdekaan NKRI. Dari Sabang sampai Merauke, setiap rumah, sekolah, institusi pemerintah, dan lembaga-lembaga yang lain berlomba menghias pekarangan, gedung ataupun gapura jalan mereka dengan semangat Merah Putih di setiap sudut jalan.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah "Apakah setelah merdeka selama 72 tahun, kita semakin menjiwai arti kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan yang telah gugur? Apakah peringatan kemerdekaan ini hanyalah sebagai formalitas bangsa saat ini terutama generasi muda?"
Mengapa generasi muda? Saya menyebutkan generasi muda karena generasi mudalah yang nanti akan menjadi tiang tegaknya kemajuan NKRI. Mereka yang masih duduk di bangku-bangku sekolah, baik di SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi adalah generasi penerus yang akan memimpin negeri ini. Tetapi lagi-lagi muncul pertanyaan, apakah generasi muda saat ini benar-benar memahami makna nasionalisme? Wacana ini memiliki daya tarik karena di era globalisasi sekarang kobaran semangat nasionalisme generasi muda mulai luntur. Lunturnya semangat nasionalisme generasi muda bisa menjadi ancaman (threat) terhadap nilai-nilai patriotisme yang menjadi landasan kecintaan kita terhadap bumi pertiwi tercinta.
Generasi Muda Dalam Bingkai Globalisasi?
Generasi muda saat ini justru akan terjebak dalam bingkai globalisasi apabila tidak ada pengawasan dan pendidikan yang mendorong mereka untuk cinta tanah air. Sebagai contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, anak muda jaman sekarang lebih mencintai hal-hal yang "berbau" luar negeri. Dalam bidang teknologi, sekarang kemajuan teknologi sangat pesat dan mendunia, misal; dari handphone berbagai merk seperti Nokia, Samsung, Sony, gadget seperti Iphone, Ipad, Tablet, atau laptop seperti Apple, Acer, Asus, Mac dan perangkat teknologi lain-lain seperti lemari es, televisi yang notabene semua itu adalah produk luar negeri yang selalu ditunggu perkembangannya oleh generasi muda kita dibanding produk dalam negeri.
Dalam bidang seni dan budaya, generasi muda kita baik perempuan dan laki-laki lebih menyukai kesenian luar negeri atau budaya luar negeri yang bahkan bertolak belakang dengan budaya kita. Bahkan film-film yang bergenre penuh adegan kekerasan dan sedikit mengarah pornografi pun tetap disukai anak muda kita dibandingkan film tentang sejarah negeri kita sendiri.
Dalam bidang pendidikan, generasi muda kita terkadang masih mendiskriminasikan mata pelajaran yang mereka rasa tidak memiliki esensi yang penting dalam pendidikan. Sebagai contoh adalah mata pelajaran non eksakta, yaitu Sejarah atau Pendidikan Kewarganegaraan yang di dalamnya justru terdapat materi-materi yang diharapkan mampu menumbuhkan jiwa kebangsaan dan pemahaman terhadap sejarah perjuangan masa lalu, namun pada kenyataannya generasi muda menganggap kedua mata pelajaran itu hanya sebagai pelajaran pelengkap dan sebatas mereka ketahui saja. Makna dan penghayatan akan kedua pelajaran itu sedikit sulit mereka pahami karena sebagian besar berpikir bahwa mereka sudah hidup dalam zaman modern dan dirasa tidak perlu lagi mendalami pelajaran tersebut.
Dalam kondisi yang memprihatinkan lagi, generasi muda saat ini banyak yang terjebak oleh pengaruh-pengaruh lingkungan yang justru memperburuk keadaan. Misal, tawuran antar pelajar, antar kampung atau desa, bahkan masuk kedalam konflik antar etnis dan suku, narkoba, minuman keras, pergaulan bebas sampai mengikuti aliran sesat ataupun aliran agama garis keras (terorisme) juga sudah merambah keseluruh lapisan pemuda di negeri ini. Padahal bukan ini yang diharapkan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) yang dulu berjuang menjaga kedaulatan bangsa. Harapan mereka, kita sebagai bangsa yang berdaulat sejatinya memiliki kesadaran pribadi untuk membangun perubahan dan gerakan yang memberikan semangat pada kader-kader muda demi perbaikan dan kemajuan bangsa. Akan tetapi, harapan itu menjadi sangat sulit apabila para generasi muda saat ini sudah terbingkai kapitalisme, hedonisme, konsumerisme, dan materialisme.
Spirit Nasionalisme
Potret generasi muda Indonesia yang kian buram akibat perilaku dan kepribadian mereka yang tidak memiliki mental baja terhadap persoalan-persoalan yang ada akan menjadi ancaman yang serius bagi masa depan bangsa. Padahal, sebagai generasi penerus kaum tua, generasi muda diharapkan mampu menjadi obat dan pelipur lara terhadap berbagai persoalan yang menimpa bangsa Indonesia. Spirit nasionalisme kaum muda harus mampu menjaga harga diri bangsa di masa depan sampai anak cucu mereka kelak. Seperti sejarah pemuda Indonesia pada zaman kemerdekaan yang dengan idealisme mereka mampu melahirkan Sumpah Pemuda tahun 1928, kemudian peran pemuda yang dengan gigih mengawal peristiwa penting tahun 1998 yang melahirkan Reformasi bangsa ke arah yang lebih demokratis, serta baru-baru ini atlit-atlit muda bulutangkis Indonesia yang meraih juara dunia ganda putra dan ganda campuran setelah enam tahun Indonesia paceklik prestasi bulutangkis merupakan pelipur lara dan kebanggaan tersendiri bagi Indonesia.